Ironisnya, upaya pencegahan oleh Dinas Syariat Islam (DSI) dan penindakan oleh Wilayatul Hisbah (WH) makin surut. Bahkan, kedua institusi itu terkesan mandul. DSI Bireuen berdalih tak ada dana. Sementara WH, walau ada aksi, tetapi kerap salah kaprah dan berujung ‘damai’.
Banyak pihak mulai gerah dengan kondisi tersebut. Para orang tua resah. Seolah tidak ada tempat aman lagi bagi anak gadis mereka di luar rumah. Lebih-lebih setelah kasus penjualan perempuan muda dan bisnis seks (kasus Mister Bro) dibongkar jajaran Polres Bireuen, beberapa bulan lalu.
Warga juga mempertanyakan penanganan kasus khalwat dan pelanggaran syariat lainnya yang terjadi di Kabupaten Bireuen belakangan ini. “Banyak kasus pelanggaran syariat di Bireuen tidak dilaksanakan eksekusi. Kenapa? Ini menjadi tanda tanya besar di kalangan masyarakat,” kata AM Isda, Koordinator F-Kamar Bireuen, Rabu pekan lalu.
AM Isda mengingatkan, Aceh telah melahirkan tiga produk hukum Syariat Islam, yakni qanun maisir (judi), khalwat (berduaan dengan bukan muhrim) dan qanun qamar (minum-minuman yang dilarang Islam). “Jadi, setiap pelanggaran syariat yang diatur dalam qanun tersebut sudah jelas sanksinya. Tapi kenapa qanun tersebut diabaikan oleh Pemkab Bireuen?” tutur AM Isda mempertanyakan.
Padahal, kata dia, dengan diterapkan produk hukum tersebut dapat memperkecil pelanggaran syariat. “Bukankah Bireuen merupa-kan kabupaten perdana yang menjalankan Qanun Syariat Islam di Aceh? Karenanya, kami menyaran-kan kepada Pemkab Bireuen agar menjalankan qanun tersebut secara istiqamah dan bertanggungjawab,” sambung AM Isda.
Penerapan qanun tersebut, tambah dia, juga untuk menjaga moralitas masyarakat agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang agama. “Tapi, kalau penerapan ketiga qanun tersebut diabaikan, maka kasus-kasus pelanggaran syariat akan terus bermunculan di Kabupaten Bireuen. Bahkan, bisa jadi lebih heboh dari kasus Mister Bro,” tandasnya.
Kasus itu memang cukup heboh. Tak hanya menggemparkan Bireuen, tapi juga Aceh. Bahkan, kasus penjualan perempuan muda dan bisnis seks di Bireuen itu sempat menjadi berita utama sejumlah media nasional.
Praktik prostitusi terselubung itu terkuak, berkat laporan masyarakat ke Polres Bireuen. Setelah melakukan pengembangan selama dua bulan lebih, akhirnya polisi berhasil mengungkap kasus itu dengan menangkap sejumlah tersangka.
Mereka yang ditangkap yakni M Rj (36) pemilik salon Ocean Salon dan SPA, Rdh Jn (21) mahasiswa salah satu universitas di Bireuen, Dn (18) eks siswa, Rka (18) eks siswi, Asr (36) janda yang juga kakak Rka, serta H Am (60) alias Mister Bro yang merupakan pelanggan tetap ‘daun muda’.
Polisi juga mengamankan beberapa siswi SMP dan SMA yang terlibat kasus tersebut. Belakangan mereka dikembalikan kepada orang tua masing-masing karena dianggap korban traficking.
Bukan hanya itu, dugaan maraknya perilaku seks bebas di Bireuen juga dikuatkan dengan kasus-kasus temuan bayi di beberapa lokasi. Dalam sebulan terakhir saja, sudah tiga kali masyarakat Bireuen dihebohkan dengan temuan bayi yang diduga dibuang orangtuanya.
Diawali penemuan bayi yang diletakkan di balai depan rumah Safaruddin (50), Kepala Dusun Capa Utara, Gampong Bireuen Meunasah Capa, Kecamatan Kota Juang, Selasa (7/5/2013) malam.
Bayi laki-laki yang diperkirakan berumur enam atau tujuh bulan itu, pertama kali dilihat Syukri (30), tetangga Safaruddin. Selanjutnya Safaruddin membawa bayi tersebut ke Polsek Kota Juang.
Kasus tersebut belum berhasil diungkap polisi, masyarakat kembali dikejutkan dengan temuan bayi di Komplek RSUD Fauziah Bireuen, Sabtu (17/5) sekira pukul 21.30 Wib. Bayi laki-laki yang diperkirakan baru berumur seminggu itu, hanya dibungkus kain dan ditaruh di atas kursi tunggu rumah sakit tersebut.
Masih di Kecamatan Kota Juang, warga kembali dihebohkan dengan penemuan sosok bayi perempuan di teras Meunasah Karang Rejo, Gampong Bandar Bireuen, Kecamatan Kota Juang, Selasa (4/6/2013) sekira pukul 14.30 WIB. Saat ditemukan, bayi tersebut dalam kondisi sehat dan terbalut kain putih.
Kuat dugaan, bayi-bayi itu terlahir di luar nikah, sehingga dibuang untuk menutupi aib orang tua sang bayi tersebut. “Ini menandakan bahwa seks pranikah makin marak di kalangan masyarakat kita,” sebut Mukhlis, seorang warga Bireuen.
Karena itu, mantan Keuchik Gampong Juli Keude Dua ini mengharapkan, pihak Dinas Syariat Islam gencar melakukan sosialisasi dan pembinaan yang dapat mencegah prilaku seks bebas di kalangan masyarakat. “Ini penyakit masyarakat, harus dicegah. Kalau sudah terjadi, harus diobati sehingga tidak sampai akut,” tandas Mukhlis.
Terkait kasus dugaan khalwat itu, Kadis Syariat Islam Bireuen Jamaluddin kepada wartawan beberapa waktu lalu menyebutkan, pihaknya hanya melakukan fungsi pengawasan. “Kita tidak menge-tahui hal tersebut jika tidak ada laporan masyarakat. Sebab itu, pengawasan pelaksaanaan Syariat Islam harus melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat,” kata Jamaluddin.
Menurut dia, dinas yang dipimpinnya juga tidak berhak melakukan penindakan terhadap kasus-kasus pelanggaran syariat. “Soal penindakan, itu kewenangan Wilayatul Hisbah, yang kini tidak lagi berada di bawah Dinas Syariat Islam,” katanya.
Meski begitu, lanjut Jamaluddin, pihaknya tetap berupaya keras mengawasi pelaksanaan Syariat Islam di Bireuen. “Kami juga selalu mengeluarkan imbauan kepada masyarakat melalui radio, pamplet serta sosialisasi ke masyarakat, agar menjauhi perbuatan yang melanggar syariat,” katanya.
Menyangkut tudingan bahwa Kabupaten Bireuen tidak lagi memberlakukan hukuman cambuk bagi pelanggar Qanun Syariat Islam, Jamaluddin membantahnya. “Bukan tidak diberlakukan lagi, tapi di masa Bupati Nurdin Abdul Rahman, hukuman cambuk tidak bisa dilaksanakan kerena kekurangan dana untuk pelaksanaannya,” katanya.
Selama ini, kata dia, bila ada yang tertangkap melanggar Qanun Syariat Islam hanya dibawa ke kantor, dipanggil orang tua atau perwakilan masyarakat di kampungnya. “Mereka diminta membuat pernyataan, kemudian membayar denda, setelah itu dilepas,” tandasnya.
Apapun kendala yang dihadapi dalam penerapan Syariat Islam di Kabupaten Bireuen, harus dicarikan jalan keluar. Terlebih, terhadap pencegahan perilaku seks bebas di kalangan masyarakat. Jangan sampai Bireuen diberi label kabupaten darurat khalwat.(Ariadi B Jangka)
Baca Juga