Pemilihan Gubernur Aceh mendatang masih dua tahun lagi,
namun para kandidat sudah mulai bermanuver. Mereka sudah ambil ancang-ancang
untuk bersaing dan saling mengalahkan satu sama lain.
Pertarungan pada Pilkadasung Aceh 2017, diperkirakan
akan sengit. Terutama pertarungan antar sesama mantan petinggi Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) yang jauh-jauh hari sudah memastikan diri maju sebagi calon
Gubernur Aceh periode 2017-2022. Tak terkecuali persaingan dengan rival mereka
dari kalangan birokrat yang juga mendapat dukungan mantan pentolan garis
komando GAM.
Dari kalangan mantan GAM, bakal calon gubernur yang
sudah muncul yakni Irwandi Yusuf, Muzakir Manaf dan Zakaria Saman. Sementara
kalangan birokrat, sejauh ini baru Tarmizi A Karim yang berkomitmen maju pada
Pilgub Aceh 2017.
Dari empat bakal calon ini, semuanya memiliki kans yang
sama untuk sampai pada proses pencalonan secara resmi di Komisi Independen
Pemilihan (KIP) Aceh. Lebih-lebih bagi Muzakir Manaf yang memang sudah
dipastikan akan diusung oleh partai yang dipimpinnya, Partai Aceh (PA). Begitu
juga Tarmizi Karim yang disebut-sebut akan diusung koalisi partai-partai
nasional. Kabu Irwandi pun kini sedang gencar menjejaki para petinggi partai
nasional di Jakarta untuk proses pengusungan dirinya nanti. Sementara Zakaria
Saman sudah memastikan akan maju melalui jalur independen.
Terlepas dari itu, keberlangsungan Pilkadasung Aceh 2017
nanti tentu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Bahkan, mungkin persoalannya
akan sangat kompleks, mengingat kondisi daerah yang masih dibayang-bayangi
aroma konflik meski perdamaian di Aceh sudah terwujud lebih 10 tahun silam.
Belakangan ini muncul prediksi bahwa Pilgub Aceh nanti
akan ‘berdarah-darah’ dengan munculnya banyak calon dari kalangan mantan GAM. Bahkan,
Sofyan Dawood dalam wawancara dengan media ini, meminta Muzakir Manaf
membatalkan pencalonannya agar perpecahan di kalangan mantan GAM tidak semakin
parah. “Lebih baik Muzakkir Manaf tidak naik. Kalau mereka berdua (Irwandi dan
Mualem) naik, pasti akan bentrok di lapangan,” kata mantan Juru Bicara GAM itu.
Kalau kita boleh jujur, sebaiknya memang jangan terlalu
banyak calon jika menginginkan Pilgub Aceh 2017 berlangsung damai. Harus ada
seleksi diri sendiri oleh masing-masing calon. Coba merenung dan mengukur
kapasiatas dan integritas diri, apakah layak memimpin Aceh yang persoalannya ke
depan semakin kompleks. Jika memang merasa tidak layak, lebih baik memilih ‘lempar
handuk’ dari sekarang.
Sayangnya, sekarang ini jarang sekali elit Aceh yang
mau tahu diri. Kebanyakan tokoh kita lebih mengedepankan syahwat politik dengan
kepentingan fragmatis, ketimbangkan memikirkan masa depan Aceh yang akan kita
wariskan kepada anak cucu kita kelak.
Padahal, jika kita tidak berhasil menemukan sosok
gubernur terbaik, niscaya Aceh akan sulit keluar dari berbagai persoalan yang
makin menumpuk. Pun bukan mustahil akan terjadi instabilitas politik
berkepanjangan di daerah ini.
Tugas pemimpin Aceh yang akan datang akan sangat berat.
Kalau keliru menentukan calon dari sekarang, dikhawatirkan Aceh akan semakin
terpuruk. Karena itu, saat ini Aceh membutuhkan calon pemimpin yang kapabel
menghadapi tantangan zaman, sekaligus mampu menyelesaikan permasalahan yang
kita hadapi selama ini.
Mudah-mudahan, para kandidat gubenur Aceh yang sudah
muncul ini adalah sosok-sosok yang memang mampu membawa Aceh ke arah yang lebih
baik. Paling tidak, mampu mengembalikan era kejayaan Aceh di masa lalu,
tentunya dalam konteks zaman modern sekarang ini. Semoga!