Din Menyerah, Teror Bersenpi Berakhir?

Secara mengejutkan, Nurdin bin Ismail alias Din Minimi bersama sekitar 120 anggotanya menyerahkan diri di penghujung 2015. Pria yang selama ini paling dicari kepolisian di Aceh itu dijemput langsung Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso.


Beragam kontroversi kemudian muncul, terutama terkait wacana pemberian amnesti kepada Din Minimi Cs. Presiden Joko Widodo menyatakan siap memproses pengampunan hukuman untuk Din dan anak buahnya. Pernyataan presiden tersebut mendapat tanggapan baragam di kalangan elite dan masyarakat awam. Sebagian mengapresiasikannya, sebagian lainnya menentang wacana pengampunan dari presiden itu.

Di luar kontroversi itu, kita tentu patut bersyukur atas menyerahnya Din Minimi Cs. Paling tidak, hal ini akan mengurangi gangguan keamanan bersenjata api di Aceh. Secara otomatis, tingkat kerawanan Aceh menurun dan terwujudnya ketertiban umum di masyarakat.

Keberadaan kelompok Din Minimi selama ini memang menimbulkan kekhawatiran terhadap keberlangsungan perdamaian Aceh. Selama ini rakyat menduga, semacam mempertanyaan, benarkah semua kelompok—baik eks GAM atau Pemerintah Indonesia—sudah puas dengan kesepakatan damai Aceh ini?

Sebab, kesan pembiaran atas aktivitas kelompok Din Minimi Cs menunjukkan masih ada pihak-pihak yang tak ikhlas dengan perdamaian di bumi Aceh. Namun naif sekali bila caranya dengan menakut-nakuti rakyat lewat letusan senjata api. Tidakkah lebih baik kita bersama-sama menentang segala hal yang tidak sesuai dengan cita-cita memakmurkan masyarakat melalui dialog, atau bahkan kalau perlu sedikit cacian kepada pengelola negeri ini?

Memakai dan mengandalkan senjata, hanya kembali memperpanjang trauma, teror, dan kekerasan di Aceh. Apalagi, bila senjata itu dipakai untuk melakukan hal-hal yang menyakiti perasaan kemanusiaan. Percayalah, di zaman ini segala aksi yang tidak mengundang simpati orang banyak dan masyarakat global, tidak akan berhasil.

Kita berharap, semua kelompok yang menginginkan damai maupun yang kurang setuju, harus berpikir sama untuk mengkhiri aksi brutal di muka bumi. Pikirkan kepentingan yang lebih besar; kesejahteraan rakyat yang nomor satu. Mari kita tuangkan sifat petualangan melalui jalur yang lebih bermakna bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat Aceh di masa depan.

Kini, tugas berat membentang di hadapan aparat keamanan untuk menumpas kelompok sipil lain yang masih menenteng senjata api di Aceh. Kita berharap, pihak keamanan mampu berbuat dan bertindak mengamankan kepentingan rakyat dan negara, mengamankan perjalanan damai Aceh, sekaligus menjaga ketertiban dalam masyarakat.

Ke depan, kita berharap tidak ada lagi pihak-pihak yang berniat mendompleng kelompok bersenjata api di Aceh, yang bisa membuat para pendompleng kerepotan sendiri di masa depan. Dan yang paling penting, ingatlah berapa banyak rakyat yang terkena dampak fisik maupun psikologis, akibat aksi kekerasan penuh petualangan yang ditebarkan selama ini.

Ingat, hidup bukan semata-mata demi kekuasaan dan materi. Ada yang lebih besar, yakni menikmati kemakmuran dan kedamaian bersama-sama. Semangat ini baru bisa dibina bila Aceh mencapai masa damai dalam jangka panjang. Akankah ini terwujud?[*]