Premanisme Aparat Negara

Prilaku premanisme makin merajalela di republik ini. Tidak hanya di kalangan sipil, tapi juga kerap dipraktekkan oleh aparat negara. Itu pula yang mendorong kalangan wartawan, dalam dua pekan terakhir, berunjukrasa di berbagai daerah, termasuk di Banda Aceh, Bireuen, Lhokseumawe dan kota-kota lain di Indonesia. Mereka mengecam  tindak kekerasan TNI AU terhadap warga dan wartawan di Medan.


Insiden kekerasan itu berlangsung saat unjuk rasa warga di Sarirejo, Medan, Sumatera Utara, Senin (15/8/2016). Selain menghadang pendemo, belasan anggota TNI AU menyerbu warga yang tengah nongkrong di sekitar lokasi. Secara beringas, aparat juga menganiaya wartawan yang sedang menjalankan tugas liputan. Dua wartawan babak belur dan harus menjalani perawatan insentif di rumah sakit.

Sikap arogansi aparat keamanan udara itu sangat kita sayangkan. Padahal, sebagai aparat negara, mereka dituntut bersikap arif dan menahan diri yang lebih kuat dibandingkan masyarakat biasa. Karena itu, proses hukum harus tetap dilakukan sebagai bentuk penyadaran terhadap mereka yang kita anggap khilaf itu.

Di sisi lain, kita juga harus sadar, bahwa aparat, seberapa kecil atau besar kekuasaannya dan arogansinya, mereka juga berasal dari masyarakat. Bila masyarakat baik dan tertib, maka akan lahir aparatur negara yang baik dan tertib. Juga sebaliknya. Jadi, bila ingin negara ini maju, mari sama-sama menghargai hukum, menghargai persaudaraan, dan khususnya bagi kita di Aceh harus terus menerus menjaga perdamaian. 

Karenanya, jangan ada lagi kesan pembiaran terhadap aksi premanisme. Baik yang dilakukan sipil maupun aparat negara, harus diproses hingga memberi efek jera bagi para pelakunya. Bukan seperti sekarang, kita melihat masih adanya sikap pembiaran terhadap menguatnya eksistensi premanisme di lingkaran kekuasaan.

Aktivitas premanisme ini menunjukkan rapuhnya ruang hukum dalam berbagai hal di negeri ini. Ruang yang  kadang bisa dibeli, kadang begitu besar toleransinya, atas nama "kekuatan", baik kekuatan fisik maupun politik. Hal ini tentu tidak dapat kita terima. Hukum harus berjalan dan ditegakkan sama lurus pada semua level manusia di negeri ini.

Idealnya, hukum tidak boleh ditawar-tawar, walau kita tahu dalam pelaksanaannya terjadi ketimpangan. Karenanya, mulai saat ini, kita minta aparat hukum bertindak tegas pada siapa saja yang menjalankan praktek premanisme. Kita semua harus komit terhadap tegaknya hukum di negeri ini. Siapapun pelakunya, premanisme tidak boleh dibiarkan. Mereka harus ditindak dan diproses sesuai koridor hukum.


Kita berharap, terutama kepada para aparatur negara di lapangan, tidak ada lagi yang mempermalukan institusi mereka. Bertindaklah dalam koridor hukum yang berlaku. Rakyat kelas bawah yang selama ini mendapat perlakuan kurang adil dari pemerintah, harus diberi kenyamanan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Bukan malah aparat hukum yang memang ditugaskan mengayomi rakyat, justru mempertontonkan sikap arogansi di hadapan rakyat.[*]