Sebenarnya sudah rahasia umum, sejumlah kepala daerah
dan anggota dewan di Aceh diduga menggunakan ijazah abal-abal sebagai pelengkap
dokumen administrasi saat pencalonan dirinya. Bisa dipastikan, aib tersebut
perlahan akan terkuak seiring semakin dekatnya perhelatan Pilkada serentak di
Aceh tahun 2017.
Entah naas atau kebetulan, kasus dugaan ijazah
abal-abal itu kini sedang menerpa Bupati Bireuen Ruslan M Daud. Agar lulus
verifikasi KIP saat mendaftar sebagai bakal calon bupati pada Pilkada 2012,
Ruslan diduga menggunakan ijazah tingkat SLTA hasil ‘olah’ dengan pihak-pihak
terkait.
Setidaknya dugaan itu terlihat dari bukti fisik kopian
ijazah Ruslan yang telah dilegalisir pihak Kanwil Kemenag Aceh. Berbagai
kejanggalan terlihat jelas di kopian ijazah tersebut. Mulai tahun
pengeluarannya hingga mata pelajaran yang tertera di ijazah tersebut diduga
sarat manipulasi.
Bila demikian adanya, siapa saja yang ikut ‘bermain’
dalam meloloskan Ruslan sebagai calon kepala daerah hingga terpilih sebagai
Bupati Bireuen periode 2012-2017? Bila ijazah Ruslan tersebut nantinya terbukti
tidak sah, bisa dipastikan akan banyak pihak yang terseret dalam kasus ini.
Mulai lembaga yang mengeluarkan ijazah itu, Kanwil Kemenag, hingga KIP dan
Panwaslu (masa itu) harus diminta pertanggungjawabannya secara hukum.
Kasus ini juga bagian dari pengkhianatan terhadap dunia
intektual. Dugaan ‘ijazah olah’ ini mengindikasikan bahwa para elite kita sudah
tidak menghargai ilmu, tidak menghargai proses, malas, tidak jujur, bermental
korup, serta berpola pikir praktis dan instan.
Pengkhianatan intelektual ini tentu akan mengancam masa
depan bangsa dan negara. Dari budaya pragmatisme semacam itu akan melahirkan
generasi instan, abal-abal, dan kering moral. Ini tidak boleh dibiarkan, jangan
sampai negeri ini dikelola oleh orang-orang bermental fragmatif.
Atau rakyat akan tenang-tenang saja dengan kasus dugaan
ijazah abal-abal ini. Merasa hal ini biasa-biasa saja, seperti biasanya seorang
pejabat melakukan korupsi. Padahal, bila dugaan kejahatan intelektual ini kita maknai
biasa-biasa saja, maka kita sama-sama tidak lagi punya rasa malu, tidak punya
harga diri dan bersiaplah menyaksikan berbagai kemunafikan yang dipertontonkan
para elite di negeri bersyariat ini.
Dalam kasus dugaan ‘ijazah olah’ milik Ruslan M Daud, pihak-pihak
terkait seolah saat ini sedang melancarkan gerakan tutup mulut. Baik Ruslan
maupun pihak lembaga yang mengeluarkan ijazah itu, sama-sama menolak memberikan
keterangan. Ini pula yang membuat masyarakat semakin bingung dengan kasus yang telah
meruntuhkan kewibawaan Pemerintah Kabupaten Bireuen tersebut.
Karenanya, untuk mengungkap dugaan ijazah abal-abal
Ruslan M Daud, rasanya sangat diperlukan tindakan pro-aktif dari aparat
penyidik. Pola penegakan hukum kekinian tidak bisa dilakukan dengan cara-cara
konvensional melalui sistem pencet tombol, melainkan membutuhkan suatu tipe
penegakan hukum yang penuh greget. Maka, faktor keberanian pun menjadi penting.
Tapi, siapa berani usut ijazah Bupati Ruslan? Jawaban itulah yang kini
dinantikan publik.
Ini tidak saja dinantikan masyarakat Bireuen, tapi juga
masyarakat Aceh secara keseluruhan. Sebab, bila kasus itu berhasil diungkap
tuntas, maka bisa menjadi pandora untuk mengususut dugaan ijazah abal-abal
oknum kepala daerah lain di Aceh.[]