Jelang Tahapan Krusial Pilkada 2017

Tahapan Pilkada 2017 telah dimulai sejak 1 Juni 2016 yang ditandai dengan pemberitahuan DPRA kepada KIP Aceh mengenai berakhirnya masa jabatan gubernur dan wakil gubernur. Sebelum kegiatan puncak pemungutan dan perhitungan suara di TPS pada 15 Februari 2017, kita akan menghadapi beberapa tahapan yang berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Di antaranya adalah tahapan kampanye terbuka pasangan calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan pasangan calon walikota/wakil walikota. Berbagai kemungkinan bisa saja terjadi pada tahapan krusial tersebut.


Bisa dipastikan, walau sejujur apapun politik yang dicitrakan para kontestan Pilkada di Aceh, kampanye hitam (black campaign) atau kampanye negatif (negative campaign) tetap tak terhindarkan. Inilah yang perlu kita antisipasi, sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan di masa kampanye nanti.

Pengalaman Pilkada Serantak 2015 di beberapa daerah di Indonesia, saat kampanye kerap kita menyaksikan oratornya mencaci-maki calon lain. Cara-cara tidak sehat semacam itu tentu saja berpotensi memicu keributan antar pendukung kandidat tertentu. Tidak tertutup kemungkinan pula menimbulkan kekacauan di masyarakat.

Biasanya, selama kampanye, kita juga kerap dihibur dengan janji-janji yang mustahil dapat dipenuhi. Namun tidak perlu alergi dengan janji para orator, anggap saja sebagai hiburan. Jangan sepenuhnya percaya dan jangan terlalu cepat menolaknya. Kita percaya atau tidak pada janji para orator, kampanye itu tetap dilangsungkan. Daripada melewatkan momen penting itu begitu saja, mungkin lebih baik menggunakan kemampuan kita untuk menimbang-nimbang kandidat mana yang pantas kita pilih di hari pencoblosan nanti.

Kepada para kontestan Pilkada 2017, kita mengharapkan mereka mempertontonkan kampanye yang beretika dan bermoral dalam meraih simpati rakyat. Hidarilah kampanye-kampanye negatif, karena hal itu cenderung kepada fitnah. Bila kampanye hitam yang diperlihatkan, maka akan meningkatkan sinisme pemilih dan menurunkan tingkat partisipasi politik publik. Apalagi kampanye negatif kandidat yang satu dibalas pula dengan tindakan yang sama oleh kandidat lainnya, sehingga yang terkesan di mata publik adalah kebobrokan moral para calon pemimpin kita.

Bagaimanapun keadaan kampanye Pilkada nanti, berpikir positif harus selalu dipertahankan. Kita harus bisa mewujudkan tahapan kampanye Pilkada secara damai. Tidak sebatas ajang obral janji, tetapi sebuah kampanye yang bisa memberikan pendidikan politik bagi rakyat Aceh.

Mewujudkan Pilkada damai adalah tugas kita bersama. Sebab, prosesi pergantian kepemimpinan ini akan menjadi tongkat estafet untuk perdamaian Aceh yang berkelanjutan. Rakyat Aceh yang telah banyak mendapat pelajaran politik di masa silam, tentu tidak lagi mudah terjebak politik adu domba yang mungkin saja dimainkan oleh kandidat tertentu.

Semoga masyarakat Aceh kini lebih cerdas dalam menyikapi persoalan selama tahapan Pilkada nanti. Para kontestan Pilkada juga kita harapkan memiliki nurani mulia untuk melaksanakan kampanye secara sehat dan santun. Menghargai semua penduduk Aceh, menghargai kandidat yang menjadi saingannya, dan menghargai orang-orang yang telah jadi tumbal saat konflik lalu.

Inilah harapan kita, semoga tahapan kampanye hingga penentuan pemanang Pilkada nanti, berlangsung dalam suasana aman dan tenang. Mari menjunjung tinggi azas fair play dalam suksesi pemilihan kepala daerah ini, sehingga demokrasi yang sesungguhnya bisa kita wujudkan di bumi Aceh.[]