Pilkada Aceh 2017 telah memasuki tahapan penyerahan
bukti dukungan bagi pasangan calon perseorangan atau independen. Untuk pasangan
calon gubernur/wakil gubernur, berlangsung 3-7 Agustus 2016. Sementara kandidat
kepala daerah di kabupaten/kota yang maju melalui jalur independen diberi
kesempatan menyerahkan bukti dukungan pada 6-10 Agustus 2016.
Sedangkan untuk pendaftaran pasangan calon, akan
dilaksakan serentak selama tiga hari, 19-21 September 2016. Ini berlaku bagi
semua pasangan calon di level provinsi dan kabupaten/kota, baik perseorangan
maupun kandidat yang diusung partai politik.
Dengan memasuki tahapan tersebut, berbagai potensi
kerawanan dan pelanggaran Pilkada patut kita antisiapsi sejak dini. Terutama, kemungkinan
munculnya insiden-insiden yang tidak kita inginkan di masa kampanye nanti.
Setidaknya akan terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan-aturan
kampanye, seperti pelibatan anak-anak dan pengerahan massa dari luar daerah yang
dilakukan pasangan calon di tingkat kabupaten/kota.
Khusus untuk dua kategori pelanggaran di atas, ini
kerap terjadi di daerah manapun di Indonesia. Pilkada memang perlu
diselenggarakan secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat
seluas-luasnya. Namun bukan berarti harus melibatkan anak-anak dan menggelar
road show dengan pengerahan massa secara besar-besaran dari luar daerah
keterwakilan kandidat yang bersangkutan.
Karenanya, kita berharap, pelanggaran atau kecurangan
seperti itu tidak terjadi dalam masa kampanye nanti. Mari menjadikan semua
tahapan Pilkada di Aceh sebagai ajang pembelajaran demokrasi bagi masyarakat
secara keseluruhan. Sekaligus mempertontonkan asas fair play dalam
berdemokrasi.
Pilkada di Aceh harus dilaksanakan berdasarkan asas
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Kalau kita masih terus
mempertontonkan cara-cara yang tidak fair dalam mengikuti tahapan Pilkada,
tentunya mustahil dapat mewujudkan pesta demokrasi yang berkualitas di Aceh.
Selama ini, kita bisa melihat langsung berbagai
pelanggaran yang dilakukan kontestan Pilkada. Sebut saja mencuri start kampanye
(baik terselubung maupun terang-terangan), penggunaan fasilitas pemerintah dan
fasilitas umum, bentrok antara pendukung dan simpatisan partai, melibatkan
pejabat publik, dan berbagai kegiatan terlarang lainnya.
Belajar dari hal-hal di atas, semoga para pihak yang
terlibat langsung dalam proses Pilkada ini memiliki komitmen yang kuat untuk
menghindari pelanggaran-pelanggaran Pilkada. Sehingga, Pilkada 2017 di Aceh
bisa berlangsung sebagaimana yang kita harapkan bersama.
Untuk mengurangi tingkat distorsi atas makna dan
konsepsi demokrasi, semua pihak harus sepakat menjalankan tahapan-tahapan
Pilkada sesuai ketentuan yang ditetapkan KIP Aceh dan KIP kabupaten/kota. Karena,
pada dasarnya, kita menginginkan para kepala daerah yang terpilih nantinya,
baik untuk tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, benar-benar sesuai harapan
rakyat. Mampu bekerja untuk rakyat dan demi kebaikan Aceh di masa mendatang.[*]