Hidup kita sudah terlanjur mempunyai unsur ketergantungan pada listrik.
Kelangkaan pasokan listrik atau terputusnya suplai arus listrik dapat
melumpuhkan seluruh sendi kehidupan.
Bagi Aceh, ketergantungan pasokan listrik melalui jaringan interkoneksi
Sumatera Utara (Sumut) hingga kini belum bisa ditanggulangi. Kalaupun
ada upaya Pemerintah Aceh memutuskan ketergantungan tersebut dengan
membangun pembangkit listrik bersumber dari bahan yang dapat
diperbaharui seperti air, panas bumi, angin, bahan bakar nabati dan
lainnya, hal itu masih sebatas retorika.
Ketergantungan Aceh pada pasokan listrik sebesar 170 kilo watt dari
interkoneksi Pusat Penyaluran Pengatur Beban Sumatera (P3BS), hingga
kini masih berlanjut. Akibatnya, begitu jaringan itu terganggu,
sepanjang pantai Timur-Utara Aceh menjadi gelap-gulita.
Kondisi ini sangat ironis jika ditilik dari sumber energi yang melimpah
di perut bumi Aceh. Sejatinya—kalau bisa dimanfaatkan—tidak hanya untuk
mencukupi energi listrik di wilayah Aceh, bahkan bisa mencukupi seluruh
pulau Sumatera.
Data sumber daya energi Aceh dilaporkan, dalam perut bumi Aceh terdapat
kandungan energi panas bumi (geothermal) dan air (hydropower) cukup
besar. Cadangan energi panas bumi di Gunung Seulawah dan Krueng Raya,
Aceh Besar, masing-masing sebesar 250 mega watt (MW), Gunung Jaboi di
Pulau Weh 74,14 MW, dan Gayo Lasten, Aceh Tengah, sebesar 589,42 MW.
Sementara sumber energi hydropower terdapat di sejumlah sungai di Aceh.
Di antaranya di Krueng Aceh (5,20 MW), Krueng Teunom (41,10 MW), Krueng
Leumih (7,70 MW), Krueng Meureudu (62,60 MW), Krueng Jambo Aye (471,90
MW), Krueng Ramasan (101,80 MW). Krueng Peureulak (20,80 MW), Kreung
Tampur-Tamiang (126,90 MW), Krueng Biadin (98,60 MW), Krueng Peusangan
(88,90 MW), Danau Laut Tawar/Bidin (73,30 MW), Danau Laut Tawar/Jambo
Air (41,90 MW), Krueng Pantan Dedalu (7,90 MW), Lawe Alas (268,10 MW),
dan Lawe Mamas (65,80 MW).
Kalau ditilik lebih jauh lagi, Aceh juga memiliki potensi batu bara yang
cukup besar. Di Kecamatan Meurebo dan Kecamatan Kaway XVI, Aceh Barat,
diperkirakan memiliki batu bara sebesar 571 juta ton dan cadangan
hipotesis batu bara lebih kurang 1,7 miliar ton. Ditambah lagi cadangan
minyak bumi di Aceh sebesar 94,473 million stock tank barrel (MSTB) di
sepanjang pantai utara dan timur—daratan seluas 8.225,19 km2 dan di
lepas pantai Selat Malaka 38.122,68 km2—dan memiliki cadangan gas bumi
sebesar 10,3787 billion standar cubic feet (BSCF).
Berdasarkan paparan di atas, sungguh mustahil Aceh yang kaya sumber
energi hingga kini masih mengharapkan pasokan listrik dari Sumatera
Utara. Tapi, itulah realitanya. Sebuah kenyataan yang menyeret Aceh pada
persoalan klasik; krisis energi listrik.
Kita berharap, para pengambil kebijakan di Aceh dapat memanfaatkan
sumber daya energi yang melimpah itu untuk kepentingan Aceh. Bek
peugah-peugah mantong, tapi masyarakat Aceh butuh realisasi dari
berbagai program Pemerintah Aceh dalam mengatasi krisis energi listrik.
Paling tidak, generasi Aceh mendatang tidak lagi menerima ‘warisan’
serba ketergantungan pada daerah lain.(Ariadi B Jangka)