“Kabar duka adalah berita terbaik” Begitu ucapan tokoh
antagonis dalam film James Bond memicu perang antara China dengan Inggris.
Kalau diperhatikan zaman ini, kalimat dalam film itu ada benarnya. Namun tidak
semua kabar duka itu menjadi berita terbaik. Kadang berita duka menjadi berita
buruk. Karena duka itu tak pernah bisa tersenyum.
[Kisah ini adalah kumpulan curhatan Tgk Ismuhadi melalui layanan SMS dan yahoo massanger kepada Ariadi B Jangka selaku teman serumah saat di SMP dan serumah semasa sama-sama masih lajang di Jakarta. Penggalan curahatan tersebut kemudian disatukan oleh Thayeb Loh Angen dan kami muat utuh di Harian Aceh semasa Ariadi B Jangka memimpin koran tersebut]
ADA seorang anak Aceh kini sedang meringkuk di kurungan
Cipinang. Namanya Teungku Ismuhadi Jafar. Kami tak bisa mengeluarkannya dari penjara
ataupun memindahkan ia ke Aceh. Hanya dengan menurunkan jeritan hatinya dari
balik jeruji baja, kami harap, sedikit membantunya karena ada yang dapat
merasakan penderitaannya. Ia telah berbagi.
Ismuhadi lahir pada 29 Januari 1969 di Krueng Baroe, Peusangan. Usia 4 tahun,
ia dibawa orangtuanya merantau ke Timbangan Gajah Dua. 3 tahun kemudian, ia
pindah ke Lampahan Aceh Tengah. Pada masa-masa Operasi Gaya Baru, bunyi sepatu
lars tentara hampir setiap malam mengganggu tidurnya. Kerap sedang bermain di
belakang rumah di pagi hari, Ismuhadi kecil menyaksikan orang-orang hasil
tangkapan operasi yang diseret, tubuh mereka penuh luka dan darah bekas
tembakan yang belum mongering.
Ismuhadi kecil bertanya pada ibunda, kenapa mereka
diperlakukan seperti itu, apa salah mereka. Dengan sigap sang bunda menutup
mulut Ismuhadi dengan jari telunjuk. “Syuuut...jangan tanya begitu nak,
didengar tentara bahaya, kita bisa ditangkap.” Engga puas dengan jawaban
ibunda, Ismuhadi kecil menguping pembicaraan org-orang dewasa di sekitar rumah.
Ternyata hasil buruan tentara tadi pagi, adalah pengikut
setia Tgk. Ilyas Leubee. Ismuhadi telah merekam dalam ingatannya, begitu banyak
menyaksikan ibu-ibu menangis karena kehilangan suami atau anak laki-lakinya,
dibawa tentara lalu tak pernah kembali.
Th 1985, ketika masih duduk di bangku SMP Negeri 1 Matang
Geulumpang Dua, ia berkawan karib dengan Iswadi Jamil. Ia pun terinspirasi
dengan perjuangan rakyat Aceh. Lalu bersama Iswadi Jamil, ia ikut mendaftar
diri pada perekrutan tentara AM (saat itu bkn GAM) yang akan dikirim untuk
belajar ke Libya. Malam pemberangkatan, Ismuhadi dan Iswadi telah kabur dari
rumah dan sembunyi di belakang Mesjid Balee Kiro, Peusangan. Namun malang,
meski telah melobi Tgk.Nasruddin bin Ahmed, tetap saja Ismuhadi dan Iswadi
gagal berangkat karena faktor usia yang terlalu muda pada masa itu. Sebagai
ganti ke Libya, ia sekolah lagi dan diterima di SMA Negeri 1 Cot Gapue Bireuen.
Walau sudah menyibukkan diri dengan sekolah, Ismuhadi tak
mampu mengobati kecewaan karena gagal belajar ke Libya. 2 tahun di SMA seraya
terus mempelajari beberapa tulisan DR.Tgk.Hasan di Tiro tentang perjuangan
rakyat Aceh. DR.Tgk.Hasan di Tiro adalah satu-satunya tokoh yg mengilhami
Ismuhadi tentang pentingnya harga diri sebuah bangsa, “dignity”.
Menurut Ismuhadi, sampai saat ini, belum ada tokoh Aceh yang
mampu menggantikan kecerdasan Wali Nanggro dalam memperjuangkan Aceh. Ia
berterus terang, terinspirasi dengan beberapa tulisan Wali.Ia terinspirasi
terlalu dalam, sehingga membuatnya frustrasi dan membolos sekolah. Daripada
membaca buku pelajaran di sekolah, Ismuhadi lebih memilih membaca tulisan Wali
Nanggroe. Ismuhadi ke Keumala Pidie. Ia berbulan-bulan tak masuk sekolah,
akhirnya Ismuhadi tak naik kelas. Gagal belajar ke Libya dan gagal di sekolah
lalu ismuhadi pergi menjauh dari Aceh.
Lalu, ia pindah sekolah ke SMA Depok Jawa Barat. Namun Tuhan
menentukan lain; Sambil melanjutkan sekolah di SMA Depok, Ismuhadi bertemu
dengan T. Taqwallah alias Tgk Wan Botak dari Idi, yang baru saja tiba di Pulau
Jawa. Ia pulang dari Libya melalui Malaysia lalu ke Singkawang dan Tanjung
Priok. Tgk.Wan baru saja menyelesaikan pendidikannya di Libya. Nostalgia dengan
perjuangan rakyat Aceh termemory kembali, cinta lama bersemi kembali.
Syahdan, tahun 1990, masa ganas-ganasnya DOM di Aceh, banyak
pemuda Aceh yang lari menyelamatkan diri keluar Aceh, di antaranya, serombongan
pemuda Nisam yang dipimpin M.Yusuf. Mereka tak mendapatkan tempat yang
selayaknya di mata masyarakat Aceh jabotabek. Umumnya, penduduk Aceh di
perantauan itu takut dengan efek DOM di Aceh.
Ismuhadi yang tingkat sosialnya tinggi pun tergerak hati
untuk memperlakukan pengungsi dari Nisam Aceh Utara itu sebagaimana layaknya
manusia. Tak cukup dengan itu, di Pasar Lama Jalan Dewi Sartika Depok, Ismuhadi
menempel pengumuman “Bagi pengungsi Aceh yang butuh tempat berteduh, silahkan
tinggal di rumah kontrakan Ismuhadi”.
Umumnya para pengungsi Aceh itu tak punya skill formal, tak
mungkin dapat pekerjaan yang layak di Depok. Untuk biaya hidup sehari-hari,
kami berdagang sayur kacang panjang di Pasar Kemiri Depok. Setiap malam kami
naik kereta api ke Bogor untuk belanja sayur lalu kami jual di Pasar Depok.
Setelah uang terkumpul dan cukup untuk tiket ke Malaysia, berangkatlah mereka
merantau ke Malaysia. Sementara itu Ismuhadi melanjutkan hidupnya di Depok.
Hingga kini Ismuhadi tak pernah bertemu lagi dg mereka. Apakah mereka masih
hidup atau ditangkap aparat, Ismuhadi tak pernah tahu kabarnya.
Berbekal ijazah SMA, pada tahun 1991 Ismuhadi diterima
bekerja di sebuah perusahaan Swedia yang bermarkas di JL. Fatmawati Jaksel,
sebagai tenaga pemasaran. Memulai karir dari sales door to door lalu menjadi supervisor.
Setelah merasa ilmu pemasarannya cukup, Ismuhadi keluar dari tempatnya bekerja
untuk memulai wiraswasta. Ia pun pindah ke Pejaten Timur Jakarta Selatan.
Ismuhadi memulai usaha tambak udang di Desa Pakis Jaya,
Karawang Jabar. Ia pun berjoin dengan pengusaha Jakarta, untuk membuka
perusahaan bahan kimia anti rayap merk wazary dar Jepang di Roxy Mas Jakarta
Pusat. Saat itu, kehidupannya terputus dengan perjuangan Aceh. Kontak dengan
kawan lama pun tak ada sama sekali. Ia terus berkonsentrasi mencari uang hingga
1994.
Tahun 1994, Ismuhadi pulang ke Aceh dan menikah dengan
Aznani, teman kelasnya pada waktu SMA di Cot Gapue, yang ternyata masih
keluarga dekatnya. Bahkan, pada masa ibunda Ismuhadi sekolah dulu, tinggalnya
di rumah kakek Aznani. Setelah berbulan madu, Ismuhadi memboyong Aznani ke
Jakarta. Masa-masa awal berumah tangga, Ismuhadi mendapat cobaan berat, ditipu
oleh rekan bisnis, dan Ismuhadi bangkrut.
Aznani mulai mengandung anak pertama, Ismuhadi tak punya
cara lain untuk menyambung hidupnya. ,maka ia pun menjadi sopir President Taxi.
Sebulan membawa taxi datanglah berkah dari Allah SWT yg tak akan dilupakan
seumur hidupnya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Hari besejarah itu. Ismuhadi
dapat penumpang warga negara Jepang yang kemudian menawarkan agar Ismuhadi ikut
bekerja pada keluarga Jepang tsb.
Awalnya bertugas sebagai sopir pribadi boss di JICA. Ia
merasa pengetahuannya terlalu sedikit, sehingga ia selalu merasa . untuk
menghilangkan kebodohan itu, setiap malam pulang kerja Ismuhadi menyempatkan
diri untuk belajar sampai tertidur. Usahanya itu amat berguna. 6 bulan jadi
sopir, ia diangkat menjadi staff, tepat saat itu menjelang anak pertamanya
lahir. Yang lebih menyenagkan lagi, Ismuhadi dikukuhkan menjadi anak angkat
dari keluarga Tadashi Uchida.
Putra pertama Ismuhadi pun lahir, lalu ia mendapatkan
kehormatan, anak Ismuhadi boleh memakai nama Tadashi, yang ditandatangi
sertifikatnya oleh semua anggota keluarga bossnyayang berkebangsaan Jepang
tersebut. Setahun bekerja, Ismuhadi diangkat menjadi sekretaris pribadi hingga
masa tugas Mr.Tadashi Uchida berakhir di Jakarta dan kembali ke jepang.
Tahun 1999, awal Ismuhadi diundang oleh DR.Mukhtar Ansary untuk
hadir pada acara rapat di Asrama Haji Pondok Gede Jawa Barat. Untuk menyikapi
persoalan Aceh pada masa itu. Di sanalah tercetus ide mendirikan Forum
Perjuangan dan Keadilan untuk Rakyat Aceh (FOPKRA).
Ismuhadi sebagai anggota biasa. Relasi bisnisnya yang
bernama Fadloen Hasan Langsa, tinggal di Bendungan Hilir, menjadi ketua DPW
DKI, dan Nurmasyitah Ali menarik Ismuhadi agar duduk sebagai ketua pengerahan
massa DKI.
Debut pertama FOPKRA adalah mengkonsolidasikan kekuatan,
membentuk plat form dan arah-arah perjuangan. Pada masa itu DPP FOPKRA dipimpin
oleh Tgk.Salahuddin Alfatah, Tgk.Waisul Qarany dan Tgk.Muzakkir Samidan, juga
ada Ismail Beurdan dan tokoh-tokoh berbobot lainnya. Lahirlah istighasah
pertama di Mesjid Al-Azhar Kebayoran. Di sana Ismuhadi mulai kenal dengan
beberapa tokoh masyarakat, di antaranya, Alm Jafar Sidik Hamzah, Ilyas HN,
Teuku Amir Husen dll.
Melihat animo masyarakat Aceh Jabotabek yang sangat tinggi
kepeduliannya terhadap saudara-saudaranya yang menderita di Aceh, membuat FOPKRA
sebagai wadah penampung aspirasi masyarakat Aceh Jabotabek itu tumbuh
berkembang sangat cepat. FOPKRA Tidak menyaingi Taman Iskandar Muda yang sudah
sangat berpengalaman mengurusi masyarakat Aceh Jabotabek, namun FOPKRA hadir
sebagai wadah penampung aspirasi yang tidak ada tempat dalam wadah Paguyuban
Taman Iskardar Muda.
FOPKRA mendukung aksi-aksi mahasiswa Aceh yang sering
berdemo ke DPRRI dan Istana Negara untuk menuntut perlakuan adil bagi Aceh.
Pertemuan mahasiswa di Aceh melahirkan SIRA, yang kemudian
terkenal dengan aksi Referendum yang mampu menurunkan massa terbesar dalam
sejarah Aceh. SIRA dikomandani oleh Muhammad Nazar dan Alm Tjut Nurasikin
(tapol/napol Aceh yang meninggal di dalam penjara Lhoknga akibat terjangan
ombak tsunami). Apa yang sedang terjadi di Aceh kemudian mengilhami Ismuhadi,
“Jika di Aceh yang serba susah dan terbatas serta terancam
jiwanya, Muhammad Nazar dkk mampu menggelar aksi tuntutan referendum bagi Aceh,
kenapa kita yang hidup enak dan aman di Jakarta tak berbuat seperti Nazar dkk
di Aceh ?” Pertanyaan tersebut Ismuhadi lemparkan di hadapan beberapa tokoh
masyarakat Aceh yang sedang berkumpul di salah satu kantor RW di Jalan Marga
Satwa Pondok Labu. Gayung bersambut, ide Ismuhadi ditanggapi positif dan
didukung penuh oleh Bpk Drs.Saleh Manaf.
November 1999, terbentuklah panitia aksi tuntutan referendum
bagi Aceh ke DPR RI, Ismuhadi sebagai ketua umum panitia tsb. Berkat hubungan
baik dengan Willy, seorang turunan Cina, pengusaha sukses Magelang, Ismuhadi
diantar ke rumah Ir.Hatta Rajasa. Ismuhadi ingin memastikan bahwa pada hari H
nanti, Amin Rais bersedia menerima utusan.
November 1999 tersebut merupakan aksi bersejarah bagi
masyarakat Aceh Jabotabek. Aksi terbesar dalam sejarah perantauan masyarakat
Aceh ke Pulau Jawa. Masyarakat Aceh berbondong-bondong dari Ujung Jawa Timur
sampai ke Ujong Kulon Jawa Barat berkumpul ke DPR RI, menuntut pemerintah pusat
agar menghentikan Operasi Militer di Aceh, mencabut DOM atau memberikan
referendum bagi Aceh untuk memilih tetap bergabung dengan NKRI atau berpisah
sebagai negara yang berdaulat.
Puluhan ribu masyarakat Aceh tumpah-ruah ke DPP RI.
Perwakilan diterima oleh Amin Rais dan tokoh-tokoh nasional lainnya. Selesai
berorasi, masyarakat Aceh tersebut semuanya berjalan kaki dengan tertib dari
Senayan ke Mesjid Istiqlal Jakarta dan bubar.
Sukses besar menggelar aksi damai tersebut bukan semata-mata
karena Ismuhadi, itu berhasil berkat dukungan penuh dari GAM dan SIRA di Aceh.
Taman Iskandar Muda Jabotabek, FORKA dan Lsm lainnya, Muhammad Nazar dkk. Yang
terpenting adalah rasa solidaritas masyarakat Aceh di Pulau Jawa yang begitu
tinggi kepada saudaranya yang menderita di Aceh. Perantau Aceh yang bertebaran
seantero Pulau Jawa itu rela menutup toko dan bolos kerja maupun kuliah demi
menunjukkan rasa solidernya. Itu saj yang perlu diingat.
Usai menggelar perhelatan besar aksi tuntutan referendum ke
DPRRI, kembali ke agenda FOPKRA menuntut keadilan bagi korban DOM di Aceh,
melindungi satu-satunya saksi hidup dalam tragedi pembantaian Tgk Bantaqiah dan
murudnya. Selain itu, Ismuhadi disibukkan oleh kedatangan anggota2 GAM yang
sedang tugas ke Jakarta maupun yg menyelamatkan diri dari kejaran aparat di
Aceh.
Rumah dan bengkel serta pool bis Ismuhadi menjadi tempat
penampungan sementara. Masa itu Ismuhadi sering dikunjungi oleh tokoh-tokoh
pejuang Aceh, di antaranya Alm.Tgk.Ishak Daud, Alm Tgk.Ismail Saputra, Sayed
Mustafa Usab dll. Bahkan kemudian hari Ismuhadi mulai membatasi diri dalam
menampung pelarian dari Aceh, kecuali mereka membawa surat dari panglima
wilayahnya masing-masing di Aceh, seperti memo yang sering diterima dari
Almarhum Bang Jack Kapolda Pasee. Atau setidaknya menerima pesan lewat
Handphone dari Zakaria Saman alias Tgk.Karim alias Raja Tjut yang bermukim di
Siam Thailand, pun dari Ustadz Ilyas Abed di Aceh, untuk memastikan orang-orang
yang perlu dibantu di jakarta adalah benar-benar pejuang Aceh.
Ismuhadi juga mendapat undangan dari beberapa lembaga dunia,
baik untuk hadir dalam seminar maupun pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Sipil
di tengah konflik. Belajar hukum humaniter dan hukum perang yang mengatur cara
berperang agar tidak mengorbankan anak-anak, perempuan dan penduduk sipil.
Bahkan Ismuhadi mendapat kehormatan berkunjung ke Negeri Belanda bersama
Salahuddin Alfatah dan Muhammad Nazar Sira untuk bertatap muka lansumg dg pimpinan
GAM di negeri tersebut.
Dalam kesempatan itu Ismuhadi sempat membawa ratusan lembar
photo kekejaman perang di Aceh, lalu menyerahkan kepada ‘Paduka Yang Mulia
Tgk.Malek Mahmud al Haytar agar disampaikan kepada Paduka Yang Mulia Wali
Nanggroe DR.Tgk.Hasan M di Tiro. Sepulang dari Negeri Belanda, Ismuhadi
menyempatkan diri menerbitkan buku berjudul “Mengapa Sumatera Menggugat” yang
ditulis oleh Tgk.Yusra Habib Abdul Gani di Denmark. Dan setelahnya, bersama
Almarhumah Tjut Nurasikin dan Sayed Mustafa Usab, Ismuhadi ke Singapura bertemu
Tgk. Malek Mahmud Alhaytar.
Tahun 2000
Seluruh bisnis Ismuhadi dipercayakan pada orang-orang
kepercaannya. Sementara itu, dia lebih banyak mencurahkan perhatian pada
perjuangan Aceh. Sangking banyaknya orang-orang yang diurus, pernah suatu
ketika isterinya mengeluh, tapi Ismuhadi tetap teguh pada pendirian dan
tekadnya yang selalu berkat “semua ini tugas dari Allah SWT”, kemudian
isterinya mengamini dan mendukung dari belakang. September 2000, Ismuhadi
kedatangan tamu dari Malaysia, Tgk.Tahe Hasan atau lebh dikenal dengan nama
Tgk.Raya Panyang (kini bekerja di kantor BRA Banda Aceh) yang harus ditampung
di rumah Ismuhadi di Jakarta.
Tgk. Raya Panyang pernah menampung Ismuhadi di Kajang
Malaysia, pada waktu transit di Kuala Lumpur sebelum terbang ke Negeri Belanda.
Atas rasa balas jasa itulah Ismuhadi merasa berkewajiban mengurus dengan
sebaik-baiknya Tgk.Raya Panyang selama berada di Jakarta.
24 Sept 2000, kebetulan hari itu Ismuhadi menangani sendiri
penjualan sebuah mobil ke pembeli di jalan Margonda Depok, Ismuhadi ditelpon
oleh kepala bengkel, memberitahukan bahwa seluruh karyawan dan tamu bengkel
ditangkap polisi dibawa ke Polsek Jagakarsa.
Sempat panik dan bertanya kenapa mereka ditangkap polisi,
ada salah apa pada polisi, tapi tak ada yang tahu. Serta merta, Ismuhadi
menyerahkan mobil ke pembeli di Bank BCA Margonda, lalu shalat dzuhur. Rasa
tanggung jawabnya terhadap orang-orang yang menumpang di bengkel, terutama Tgk
Raya Panyang, membuat tekad Ismuhadi bulat untuk membela mereka. Dengan sigap,
ia menyetop taxi dan minta diantarkan ke Polsek. Sesampai di polsek, Ismuhadi
malah diusir sama petugas piket gerbang.
Salah seorang polisi bernama Joko yang sering memperbaiki
mobil di bengkel Ismuhadi lalu menunjuk-nunjuk, dengan isyarat, kawan Ismuhadi
yang barusan ditangkap, kini di atas, di lantai dua sedang diperiksa. Saat itu
baru saja Sayed Mustafa dan Tgk Raya Panyang dibebaskan dan diijinkan
meninggalkan polsek. Hati Ismuhadi lega karena tak terjadi apa-apa pada Sayed
Mustafa dan Tgk Raya Panyang. Namun tetap Ismuhadi belum meninggalkan polsek
karena seluruh karyawan dan beberapa orang tamu bengkel masih diperiksa, bahkan
sampai menjelang magrib, lalu dibawa ke Polda Metro Jaya.
Siang terik dan mengerikan itu, Ismuhadi menyusul ke Polda
Metro Jaya. Di sana ia menunggu orang yang ditampungnya selesai diperiksa satu
persatu. 28 orang lansung dimasukkan ke tahanan. Ia masih menunggu. Namun bukan
kawannya dilepaskan, malah pada jam 02.00, Ismuhadi diperiksa seputar peristiwa
meledaknya bom di gedung BEJ. Ismuhadi selesai diperiksa pada jam 04.15. Lalu
disuruh pulang.
Kombes Harr Montolalu memanggil AKP Eko; “Eko, Si Tengku ini
suruh balik kanan aja.” “Siap ‘ndan,” jawab AKP Eko. Lalu ia menoleh Ismuhadi.
“Tengku, ayo saya antar pulang.” baru dua langkah keluar dari pintu ruangan
pemeriksaan, tiba-tiba Kombes Harry Montolalu memanggil lagi dan bertanya;
“Tengku kenal dengan Iwan Setiawan alias Husen Jen?” “Ga kenal pak,” jawab
Ismuhadi. Tiba2 seorang serse membawa Iwan Setiawan ke hadapan Ismuhadi. “Ini
orangnya, kenal enggak kamu sama dia, Teungku?” Tanya Kombes.
“Enggak kenal Pak,” jawab Ismuhadi, yang berani bersumpah
demi Allah, ia belum kenal siapa Husen Jen. Lalu Husen Jen menyela, “Bohong
pak, dia boss saya. Dia yang menyuruh saya meledakkan bom di BEJ. Serta merta
beberapa polisi berpakaian preman memukul Ismuhadi dan terjerembab ke bawah
kolong meja lalu diborgol dan dibuatkan surat perintah penahanan, lalu
diisolasi dari yang lain2nya.
Awal Mala Petaka bagi Ismuhadi dan Keluarga
Selama tujuh hari tujuh malam Ismuhadi diisolasi. Siang dan
malam diinterogasi, ditendang, digantung kepala ke bawah bahkan distroom dengan
kabel listrik, ditelanjangi bahkan kemaluan disundut dg api rokok, disiksa
untuk mendapatkan pengakuan. Ismuhadi tidak tahu apa yang harus diakuinya
karena memang tidak tahu apa tentang bom BEJ.
Namun karena tidak kuat menahan siksaan, akhirnya Ismuhadi
memohon kepada aparat yang menyiksanya agar dia jangan disiksa lagi. “Tolong
ditembak saja saya, agar mati, karena tidak kuat menahan siksaan,” pinta
Ismuhadi. Setelah Ismuhadi memohon agar ditembak, aparat penyiksanya mulai
berhenti menyiksa, lalu menyerahkan Ismuhadi ke polisi penyidik yang baik dan
sopan. Ia pun dipertemukan dengan pengacara Hendardi dari PBHI.
Ke Penjara Cipinang
Setelah 4 bulan dikurung dalam sel pengap di Polda Metro
Jaya, lalu Ismuhadi dipindahkan ke penjara Cipinang. Saat di sana, ia mulai
sedikit lega karena dapat dikunjungi oleh keluarga dan kawan-kawan maupun tokoh
masyarakat Aceh di Jakarta.
Kekayaannya Raib
Namun yang paling menyedihkan baginya adalah, yang dulu
Ismuhadi cari dengan keringatdemi isteri dan anak-anaknya, lenyap begitu saja.
Empat belas unit stok mobil bekas untuk dijual beli raib diangkut polisi tanpa
surat tanda terima barang sitaan. Spare part, olie dan ban mobil beserta
peralatan bengkel senilai 700 juta lebih telah hilang tanpa ada saksi siapa
yangmengambilnya. Tiga rekening bank di BCA Pondok Indah, Danamon Pondok Indah
dan BNI Pasar Minggu diblokir polisi.
Yg tertinggal hanya bis kota yang kebetulan dibawa pulang
dan diselamatkan oleh sopir masing-masing bis. Rumahnya pun disegel polisi.
Isteri dan anak-anaknya mengungsi ke rumah Nur Masyitah Ali. Sejak itu, isteri
dan anak Ismuhadi berpindah-pindah tempat. Tadashi Mulana tidak berani sekolah
karena malu pada teman-temannya. Cahya Keumala masih dalam gendongan.
Hidup dari Belas Kasihan Penjenguk
Selama menghadapi masa sidang, Ismuhadi hidup di penjara. Di
kurungan terali baja itu ia menggantungkan diri pada belas kasihan orang-orang
yang membesuknya. Ia sangat beryukur, saat itu banyak ia terima sumbangan dari
teman-temannya di Aceh yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Dia ikhlas
setelah tahu seluruh harta yang dikumpulkan bertahun-tahun lenyap dalam sekejap
mata. Ia sadar, saat lahir ke dunia tidak membawa apa pun jua.
Ismuhadi yakin, semua yang dimiliki di dunia bahkan dirinya
sendiri pun milik Allah SWT. Ismuhadi ikhlas. Fokus Ismuhadi adalah bagaimana
menghadapi persidangan.
Divonis 20 Tahun Penjara
Jaksa mendakwanya sebagai panglima GAM Wilayah Jabotabek,
dan menuntut Ismuhadi dengan hukuman mati. Ismuhadi telah maksimal membela diri
namun hakim bersikukuh menjatuhkan vonis 20 tahun penjara.
Jaksa Endang Rachwan, SH melakukan konferensi pers stelah
menuntut Ismuhadi. Jaksa itu bilang, sangat pantas Ismuhadi dituntut hukuman
mati, karena Ismuhadi berjuang untuk memerdekakan Aceh.
Putusan dua puluh tahun penjara dinilai tak adil oleh
Ismuhadi, karena keputusan itu bukan proses pengadilan, namun proses
penghukuman. Merasa diperlakukan tak adil, Ismuhadi banding ke Pengadilan
Tinggi DKI. Putusan pengadilan tingkat tinggi menguatkan putusan pengadilan
negeri, artinya ia tetap dihukum 20 tahun penjara. Ismuhadi tak terima dihukum
20 tahun, lalu ia mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Hukuman Bertambah Jadi Seumur Hidup
Setelah 2 tahun menunggu putusan mahkamah agung, Ismuhadi
dikejutkan dengan putusan vonis bahwa Ismuhadi dinaikkan hukuman menjadi
hukuman seumur hidup, sama dengan hukuman yang diterima Irwan Tiro dan Ibrahim
Hasan Sawang. Mengahrap keringanan malah beban bertambah.
Menjalani hukuman seumur hidup tidaklah mudah bagi Ismuhadi,
namun ia tak putus asa dengan statusnya. Dia berperinsip, hidup tak boleh
selamanya bergantung pada orang lain, apalagi menjadi parasit. Isteri Ismuhadi
mengurus anak-anak mereka, mengurus usaha bis yang masih tersisa. Isteri
Ismuhadi sangat setia. Ismuhadi berpesan kepada isterinya agar jangan
memikirkan tentang biaya hidup Ismuhadi di penjara, tapi besarkanlah usaha bis
kota yg tersisa itu utk biaya hidup Aznani dan anak mereka yang lain.
Merintis dalam Penjara
Dengan modal seadanya Ismuhadi memulai usaha di dalam
penjara. Usaha pertama yang digelutinya adalah menanam sayur di lahan-lahan
kosong dan beternak ayam yang lalu dijual pada sesama penghuni penjara. Setelah
beberapa waktu berlalu, untuk mengisi hari-hari di penjara, Ismuhadi memulai
usaha warung yang lalu tumbuh berkembang hingga menjadi 5 warung di dalam
penjara Cipinang. Bahkan ia mulai mampu menata kembali usaha-usahanya di luar
penjara yang selama ini telah terlantar.
Contohnya, kebun kelapa sawit milik Ismuhadi di Aceh Timur
yang pernah diancam Pemda Aceh Timur, bila tak diurus akan dibagi-bagikan
kepada masyarakat, kini telah terurus kembali. Ismuhadi selalu bersyukur
memiliki isteri yang cantik dan setia serta anak-anak yang cerdas. Bagi Ismuhadi,
itu semua rahmat Allah yang tak terhingga baginya. Meski terpenjara, setidaknya
Ismuhadi merasa lebih beruntung dari 2 kawannya, Irwan Tiro dan Ibrahi Sawang.
Ibrahim telah lama ditinggal oleh isterinya yang kawin
dengan orang lain setelah tahu Ibrahim Sawang dihukum seumur hidup dan tak
mampu membiayai keluarganya. Ketidakmampuannya membiayai keluarga karena
Ibrahim sawang 5 tahun dirantai di dalam penjara Cirebon Jawa Barat, ia tak
bisa berbuat apa-apa. Begitu juga yang menimpa Irwan Tiro yang dihukum seumur
hidup dalam kasus serupa Ismuhadi. Keluarga isteri Irwan Tiro menggugat ke
pengadilan agama agar dijatuhkan talak terhadap Irwan Tiro yang sedang
menjalani hukuman seumur hidup di penjara.
Kenangan dengan Irwandi Yusuf
Meski pahit dan getir sekali rasanya hidup di penjara,
Ismuhadi selalu menuliskan kenangan manisnya di penjara bersama beberapa orang
yang kini telah menjadi tokoh penting di Aceh. Misalnya pada saat penangkapan
Irwandi Yusuf di Jakarta. Tentang Irwandi Yusuf, Ismuhadi punya kenangan.
‘Berkat bantuan perwira polisi Teuku Saladin Kanit Kamneg
Polda Metro saat itu (kini Kapolres Bireuen) Ismuhadi bisa bicara lansung
dengan atasan T.Saladin yaitu Kombes Tito Karnivian;
“Pak Tito, Saya Ismuhadi di penjara Cipinang. Irwandi yang
Bapak tangkap itu saudara saya, tolong Bapak perlakukan secara manusiawi,
jangan disiksa, jangan ditembak mati, kalau mau dihukum, silahkan hukum berapa
lapis pasal pun tak apa-apa.” Pinta Ismuhadi.
“Baik Tengku, akan saya jaga dia,” jawab Pak Tito. Pak Tito
ini adalah seorang polisi berpendidikan tinggi dan cerdas menurut Ismuhadi, dia
respek kepada Ismuhadi meski Ismuhadi seorang narapidana. Kenangan paling manis
bagi Ismuhadi adalah saat Tgk Nasruddin bin Ahmed dikirim ke Cipinang lalu
sekamar dengannya. Ismuhadi sangat kagum pada Tgk Nasruddin bin Ahmed. Menurut
Ismuhadi, dia orang cerdas dan taät beribadah.
Suatu hari ada bom meledak di Atrium Senen. Anehnya,
Ismuhadi lagi yang dituduh. Isteri Ismuhadi ditahan di Polda. Dalam penjara
itu, Ismuhadi gelisah mondar-mandir setelah melihat di televisi isterinya
ditangkap. Tgk Nasruddin bin Ahmed berpesan; “Jangan panik, wudhu dan shalat
sunnah mengadu sama Allah SWT.” Maka Ismuhadi menuruti sarannya. Setelah itu,
isteri Ismuhadi dibebaskan dari Polda Metro Jaya
Nasehat Tgk Nasruddin bin Ahmed pun sangat berguna bagi
Ismuhadi ketika kasus Ismuhadi, Ibrahim, Irwan dibawa ke Swedia oleh
Pemerintahan Megawati yang dianggap sebagai bukti bahwa GAM telah melakukan
tindakan terorrisme di Wilayah Republik Indonesia.
Diminta Jebloskan Petinggi GAM di Swedia ke Penjara
Tgk Nasruddin bin Ahmed dan Ustadz Ilyas Abed tahu persis
apa jawaban Ismuhadi dan temannya. Pertama sekali tim dari Mabes Polri datang
mengambil lagi berita acara pemeriksaan terhadap Ismuhadi denagn tuduhan melanggar
pasal 106, 107, dan 108 KUHP.
Lalu, sebulan kemudian jaksa dari Swedia mewawancarai
Ismuhadi dan temannya. Hasilnya, jaksa Swedia kembali ke negerinya lalu
menuntut bebas dan memberi ganti rugi kepada para pimpinan tinggi GAM di
Swedia.
“Kalau ditanya kenal dengan wali, siapa orang Aceh yang tak
kenal wali, tapi wali tak kenal kami,” jawab Ismuhadi. Lalu tim pembela PDI
berkunjung ke Cipinang merayu agar Ismuhadi menandatangani permohonan grasi
pada Presiden Megawati, dijamin akan dibebaskan.
“Kalo presiden mau membebaskan seseorang dia punya hak
perogratif, tak perlu saya menandatangani surat permohonan grasi (mengaku salah
dan minta ampunan) pada presiden,” tegas Ismuhadi.
Tim PDI itu berjanji, Ismuhadi lansung bebas setelah
tandatangan grasi. Ismuhadi bertanya; “Untuk apa surat permonan grasi harus
saya tandatangani ?”
“Untuk bukti agar pimpinan GAM di Swedia dapat dihukum.”
“Oh, no way, mereka yang di Swedia tak pernah perintahkan
kami untuk melakukan teror,” tegas Ismuhadi, yang tak mampu mengorbankan orang
lain agar dirinya terbebas dari penjara. Terlebih para petinggi GAM di Swedia
adalah tokoh-tokoh yang dikaguminya. Bahkan matipun takkan membuat Ismuhadi
berkhinat, apalagi petinggi GAM tak pernah mengeluarkan perintah agar meneror
Jakarta. Menurut dokrin GAM yang diketahui Ismuhadi, di masa perang, musuh
pejuang Aceh yang ada di Aceh.
Penghujung tahun 2004, gempa menguncang Aceh, dan gelombang
tsunami memporak-porandakan sebagian bumi Iskandar Muda. Ismuhadi terkesima
menyaksikan di televisi, lidahnya kelu tak mampu berkata apa-apa, hanya air
mata deras mengalir di pipi. Di balik jeruji besi itu, Ismuhadi tak mampu
berbuat apa-apa untuk menolong saudaranya yang tengah ditimpa musibah nun jauh
di kampung halaman, hanya mampu berdo’a dan menangis hingga matanya bengkak.
Galang Dana untuk Korban Tsunami
Teman-teman sesama penghuni penjara berdatangan berkumpul di
depan kamar Ismuhadi. Khusu bagi yang beragama Islam dan berasal dari Aceh,
menggelar takdziah dan membaca yassin di kamar Ismuhadi. Seminggu kemudian,
Ismuhadi menerima sumbangan uang dan pakaian dari keluarga-keluarga sesama
penghuni penjara, lalu Lapas Cipinang secara resmi mengadakan acara resmi
‘Malam Renungan Aceh.
Ismuhadi membaca puisi tentang tsunami di Aceh, lalu hasil
dari sumbangan berupa uang dan pakaian itu, Ismuhadi dan Lapas Cipinang
menyerahkan sumbangan itu ke Stasiun Televisi Lativi untuk disalurkan ke Aceh.
Begitu besar kepedulian semua napi di Cipinang terhadap saudara-saudara kita
yang tengah ditimpa musibah di Aceh.
Berbicara dengan Cut Nur Asikin Saat Dihantam Gelombang
Detik detik terjadinya gempa pukul 09, Ismuhadi sedang
berbicara dengan Cut Nurasikin melalui HP, karena kebetulan pagi itu Cut Nur
Asikin berulang tahun.
Tiba-tiba, terdengar teriakan Kak Cut Nurasikin, “Allahu
Akbar... Allahu Akbar...” Lalu terputus dan tak pernah tersambung lagi hingga
detik ini. Namun dalam benak hati dan fikiran Ismuhadi, Cut Nur Asikin masih
hidup. Ismuhadi tak pernah percaya Cut Nur Asikin telah tiada untuk selamanya,
telah kembali ke alam keabadian sepanjang masa.
Iasmuhadi menegaskan, jangan pernah berkata di hadapan
ismuhadi Cut Nurasikin telah tiada untuk selama lamanya, Ismuhadi bisa marah.
Bahkan ketika Po Cut Endang, anak bungsu Kak Cut Nurasikin yang kini
melanjutkan pendidikan ke Mesir bertandang ke Cipinang, yang pertama ditanya
Ismuhadi padanya, “Apa kabar mamak pocut?”
Pocut endang terdiam bisu di hadapan Ismuhadi lalu
mengeluarkan sebuah pemberian terbungkus kado. Ismuhadi membawa bungkusan itu
ke kamarnya, lalu dibukanya pelan-pelan, isi kado tersebut sebuah buku berjudul
“LA TAHZAN”. Begitu pula ketika Ismuhadi menelpon Cut Rita, anak tertua dari
almh Cut Nurasikin, Ismuhadi selalu bilang, “Mamakmu masih hidup, tolong cari
dia, minta tolong untuk bebaskan Ismuhadi.”
Cut Rita selalu meyakinkan; “Teungku Is, mamak sudah ga ada,
kita harus ikhlas.” Lalu Ismuhadi menjawab, “Benar juga ya mamak sudah ga ada,
seandainya masih ada mamak hari ini pasti Teungku Is sudah dibebaskan dari
penjara,” ucap Ismuhadi pada anak tertua Cut Nurasikin itu.
Ismuhadi sangat menghormati dan mengagumi sosok Tjut
Nurasikin, bagi Ismuhadi Tjut Nurasikin adalah jelmaan Tjut Nyak Dhien yang
begitu gigih berjuang demi rakyat Aceh.
Ismuhadi berharap, semoga akan lahir kembali Tjut Nyak
Dhien-Tjut Nyak Dhien junior yang ikhlas berjuang demi bangsanya, meskipun kini
arena pertempuran telah berubah, bukan masanya lagi di zaman moderen ini
berperang melawan penindasan dengan senapan dan senjata tajam, karena tak ada
lagi musuh, tak ada lagi penjajahan dalam bentuk dan arti yang harfiah. Lebih
lagi pasca penandatangan nota kesepahaman bersama MoU Helsinki antara
pemerintah RI dan GAM.
“Sebelum Ajal, Izinkan Saya Menjabat Tangan Wali Nanggroe”
Kiriman antara Jeruji Baja, Tahun 2005. Setelah 5 tahun
menjalani hidup di penjara, jauh dari anak-anak dan isteri tercinta, Ismuhadi
merasakan derita nan dalam, tak terlukis kata dan suara. Ia sadar kini, tidak
ada tempat yang lebih buruk di dunia selain penjara. Harus hidup serba terbatas
dan mesti bisa membawa diri di antara 4000 penghuni penjara dengan berbagai
macam latar belakang dan kasus yang terkadang diwarnai kerusuhan antar geng.
Setiap waktu hatinya meronta dan menjerit, “Andaikan
mungkin, sehari saja rasanya, jangan sampai mengalami hidup di penjara.” Namun
ia menenagkan diri dengan mengenag penderitaan rakyat Aceh ketika DOM dan
Darurat Militer, yang menurutnya, derita Aceh masa itu jauh lebih mengerikan,
tidaklah berbanding dengan penderitaan yang dialaminya.
Dengan mengingat ingat penderitaan rakyat Aceh itulah,
Ismuhadi ikhlas dan tabah menjalani kehidupan di penjara, bahkan masih mampu
menyisihkan sedikit demi sedikit uang, lalu mengirimkan ke penjara lain
seperti, Cirebon, Malang, dll. Kiriman itu untuk meringankan beban tapol/napol
Aceh yang ditahan di sana.
Angin Salju Helsinki
2005 awal Agustus datang kabar gembira dari Ustad Muzakkir
Hamid yang bermukim di Swedia mengabarkan akan ada perundingan dengan RI.
sampai dimulainya perundingan itu, Ismuhadi masih terus mendapat kabar setiap
malam tentang materi-materi yang akan disepakati bersama, termasuk point
tentang amnesty. Seingat Ismuhadi, ada 4 point yang ada dalam draft perundingan
namun tidak ada dalam MoU Helsinki yang ditandatangani 15 Agustus. Entah
kenapa, wallahu ‘alam. Ismuhadi tak tahu kemana 4 point yang ada dalam draft
tsb.
Menyaksikan penandatanganan MoU Helsinki dari televisi
membuat Ismuhadi bersujud syukur. Kebasanpun terbayang di depan mata. Tak
pernah Ismuhadi bayangkan akan mendekam di penjara hingga kini, apalagi satu
persatu rekan Ismuhadi telah dipulangkan ke Aceh karena mendapatkan amnesty.
Setelah ribuan tapol/napol GAM dipulangkan ke Aceh, lalu Ismuhadi mengontak
Meuntroe Malik Mahmud di Swedia, Meuntroe minta data penghuni penjara yang
belum menerima amnesty. Lalu Faisal Ridha dari SIRA dan isterinya bahu-membahu
mengirimkan data mereka, Meuntroe berharap agar Ismuhadi dan kawan-kawan
bersabar karena akan segera diurus. Setelah rombongan juru runding yang ditahan
bebas dan berangkat ke Swedia menemui Wali Nanggroe.
Dijenguk Petinggi GAM dan Janji Dibebaskan
Saat pulang dari Swedia, perunding itu lansung ke Jakarta
dan menyempatkan diri mengunjungi Ismuhadi. Yang berkunjung saat itu adalah
Tgk.Nasruddin bin Ahmed, Almarhum Tgk.Muhammad Usman Lampoeh Awe, didampingi
Muhammad Nazar dari SIRA. Ismuhadi san penjenguk itu bertemu sejenak, melepas
meusyen. Pun di bulan Ramadhan itu mereka berpesan pada Ismuhadi agar sabar
karena sebentar lagi Ismuhadi akan dibebaskan, lalu mereka pulang ke Aceh,
meninggalkan Ismuhadi dan kawan-kawan dalam harapan besar. Kebebasan.
Setahun Janji Tak Ditepati
Tahun 2006, Ismuhadi dan kawan-kawan belum kunjung
dibebaskan. Padahal jelas-jelas dalam dakwaan maupun tuntutan jaksa, Ismuhadi
disebut sebagai Panglima GAM Wilayah Jabotabek. Dengan segala upaya Ismuhadi
mencari tau apa gerangan yang terjadi di luar penjara hingga ia dan kawan-kawan
belum dibebaskan. Ismuhadi lalu menghubungi Irwandi Yusuf, yang waktu itu
sebagai perwakilan senior di AMM. Ia pun menghubungi Munawar Liza Zaenal.
Orang yang dihubungi tadi, meminta Ismuhadi mengirimkan data
seluruh tapol/napol GAM yang belum mendapat amnesty. Seingat ismuhadi, waktu
itu ada 114 orang yang tersisa di penjara Pulau Jawa dan Sumatera. Menurut
Munawar Liza, dalam daftar usulan amnesty susulan, nama Ismuhadi ada di urutan
pertama. Nama Irwan di urutan kedua lalu Ibrahim di urutan ketiga, dan
seterusnya, berjumlah 114 orang.
Selamat, Sebentar Lagi Kamu Bebas
Ismuhadi dan kawan-kawan menanti dengan harap-harap cemas.
lalu menerima kabar akan dibebaskan. Bahkan Kalapas Cipinang yang dijabat Pak
Djoko Mardjo, waktu itu telah mencium Pipi Ismuhadi dan mengucapkan, “Selamat,
sebentar lagi kamu akan bebas karena surat-suratnya sudah ada di meja Pak
Menteri Hukum yang dijabat Hamid Awaluddin pada saat itu.
Ismuhadi menanti dan menanti namun tak kunjung bebas.
Ismuhadi menghubungi Irwandi Yusuf dan Munawar Liza, kini Walikota Sabang,
namun belum ada titik terang. Agustus 2006 menjelang peringatan 1 tahun MoU
Helsinki, Tgk Zakaria Saman menelpon Ismuhadi dan memintany agar bersedia
dipindahkan ke lapas di Wiliyah Aceh. Setelah terjadi perdebatan panjang,
Ismuhadi bertanya, “Kenapa ada diskrimnasi .” Tgk Zakaria Saman menjawab
pertanyaan itu dengan beberapa hal yang tidak dapat difahami Ismuhadi pahami.
Namun akhirnya Ismuhadi setuju untuk pindah ke lapas Aceh, tapi belum juga
dapat kepastian hingga memasuki akhir tahun 2006 lalu.
Teman di Kursi Kuasa, Ismuhadi di Balik Terali Baja
Satu persatu kawan di masa berjuang dan menderita bersama
dahulunya kini menjadi pejabat penting di Aceh. Beragam suka dan duka di
penjara; Ismuhadi mengaku, ada yang masih sangat tinggi kepeduliannya terhadap
nasib ia dan temannya, seperti Pak Gubernur dan Pak Wagub juga Pak Walikota dan
Pak Wakil Walikota Sabang.
Dilupakan oleh Orang yang Ditolong
Ada juga yang mulai memandang sebelah mata kepada Ismuhadi
dan teman-teman di penjara. Bahkan ada seorang Wakil Bupati yang setiap Hari
Sabtu ke tempat isteri mudanya di Jakarta, lalu mondar mandir di depan Penjara
Cipinang.
“Mereka memang datang ke Jakarta, namun tak pernah mampir
pada kami, ataupun sekedar melempar sebungkus nasi dari jalanan dan anggap saja
nasi bungkus dilempar untuk anjing2 GAM yang masih di penjara,” jerit Ismuhadi,
mengenang balasan temannya yang dulu untuk pulang ke Aceh pernah minta ongkos
ke Ismuhadi di bengkel Krueng Baroe Motor. Ada juga seorang lagi yang kini jadi
Wakil Bupati yang sering ke Jakarta, bahkan waktu kedatangan Wali Nanggroe ke
daerahnya dia lebih memilih pergi ke Jakarta.
Di masa Darurat Militer, orang yang kini Wakil Bupati itu
lari ke Jakarta, tinggal di Simpang Garuda, hampir tiap bulan datang ke Penjara
Cipinang dan setiap ketemu Ismuhadi pasti dia selalu menangis. Lalu Ismuhadi
bertanya;
“Kenapa Teungku menangis?” “Sewa rumah belum bayar dan beras
habis,” jawab orang yang kini Wakil Bupati itu. Dengan penuh iba, Ismuhadi
merogoh saku celana, mengambil uang lalu memberikan sama Tengku tersebut.
Ismuhadi di penjara tapi masih peduli sama nasibnya, namun setelah kini menjadi
Wakil Bupati tak pernah lagi kelihatan batang hidungnya. Kacang lupa kulitnya.
Tak bisa balas budi.
Terima Surat Dipulangkan
Tahun 2007 Tanagal 15 Mei 2007, Ismuhadi menerima surat
perintah akan dipulangkan ke Aceh. Bunyi suratnya antara lain “Sehubungan
dengan perintah Bapak Dirjend Pemasyarakatan, bersama ini kami pindahkan
tahanan yang diduga terlibat dengan Gerakan Aceh Merdeka, atas nama T. Ismuhadi
Jafar… “ dan seterusnya.
Pukul 10.15, Ismuhadi dibawa meninggalkan Lapas Kelas 1
Cipinang menuju Lapas Kelas 2a Khusus Narkotika Jakarta, yang lokasinya hanya
berjarak 1 Km dari lapas Kelas 1 Cipinang. Alasan petugas di sana, tempat
transit dan pengumpulan selama menunggu Nurdin dari Nusa Kambangan dan Ibrahim
dari Cirebon.
Sesampai Ismuhadi di lapas tersebut, sudah ada Irwan,
menunggu sebagai tuan rumah yang juga akan dipulangkan ke Aceh. Lalu datang
Nurdin dari Nusa Kambangan. Setelah shalat dzuhur, Ibrahim datang dari Cirebon.
Jam 4 sore, Pak Wibowo Joko Harjono selaku Kalapas Klas 2A, memberikan ucapan
selamat dan briefing.
“Tiket dan uang jalan sudah diurus pihak dirjend dan kita
akan berangkat ke Aceh tangaal 16 Mei, pukul 04.00,” kata Kalapas itu.
Tampak wajah-berseri senang dan gembira. Terbayang akan
dipulangkan ke kampung halaman. Hidup sebagaimana layaknya manusia akan
Ismuhadi dan tema-teman alami kembali.Namun setelah hari H dan jam J, Ismuhadi
dan teman-teman tak juga diberangkatkan ke Aceh.
Batal Dipulangkan
Keesokan harinya, Ismuhadi mendapat penjelasan dari kalapas
memberitahukan, pemulangan ke Aceh dibatalkan oleh pemerintah. Bak langit
runtuh atas bumi, tubuh Ismuhadi dan teman-teman terasa luruh ke tanah. lemas
lunglai mendengar keterangan kalapas.
Dua bulan setengah menunggu di Lapas Klas 2A, namun tak ada
juga kepastia. Tanggal 31 Juli malam, sekira pukul 23.00, Ismuhadi dijemput
dari sel tahanan, lalu dipindah kembali ke Lapas Klas 1 Cipinang, di mana 2
hari sebelumnya, pada 29 Juli, telah terjadi kerusuhan besar yang menewas 2
orang foreman starnya Cipinang.
Dikunjungi petinggi GAM, RI, dan Penengah Luar negeri ke 2
Pertengahan Agustus, Peudana Meuntroe Malek Mahmud dan
Meuntroe Uroesan Luwa Nanggroe Zaini Abdullah didampingi Meuntroe Pertahanan
Tgk.Zakaria Saman juga Hamid Awaluddin dan Juha Christensen beserta rombongan
datang mengunjungi Ismuhadi di penjara Cipinang. Setelah lelah dipingpong ke
sana kemari dengan dikunjungi jajaran petinggi GAM dan RI serta CMI tersebut,
Ismuhadi seolah mendapatkan tenaga baru untuk terus bersabar mengikuti proses
pembebasan yang dijanjikan.
Dikunjungi Petinggi GAM ke 3 Janji Dibebaskan Lagi
Tanggal 20 Agustus 2007, Panglima GAM Muzakkir Manaf datang
bersama Jamaika, seorang ahli computer dan propaganda GAM selain Irwandi yusuf.
Kunjungan Mualem ( sebutan GAM untuk Muzakkir Manaf) dan Jamaika melengkapi
semangat yang dibawa para petinggi GAM. Lalu bulan Oktober dikunjungi oleh
anggota dewan yang terhormat dari komisi A DPR Aceh, didampingi oleh Cut Fatma
Dahlia (pengganti Cut Nurasikin di mata Ismuhadi) dan Iswadi Jamil dan
rombongan dari FKTNA. Mereka pun berjanji akan segera menyurati presiden agar
Ismuhadi dan teman-teman dapat dibebaskan.
Kerusuhan LP Cipinang
Malam menunggu pagi lalu pagi menunggu datangnya malam, di
penjara terasa lambat sekali jam berputar, apalagi menganggur karena pasca
kerusuhan per Agustus 2007, seluruh unit usaha dan warung diambil alih dan
dimonopoli oleh Koperasi Pegawai Lapas Cipinang. Praktis Ismuhadi menganggur
ditambah dengan beberapa kebijakan yang diubah pasca kerusuhan.
Dulunya setiap kamar diijinkan masak sendiri di kamar
masing-masing, tapi kini, tak diperbolehkan lagi. Semua napi harus makan nasi
cadong, tetapi bagi napi koruptor yang kaya bisa berlangganan dengan catering
atau dikirim dari rumahnya masing-masing. Peraturan di penjara tambah ketat,
tak dibolehkan keluar sel tanpa surat jalan. Setiap minggu, handphone dirazia
petugas, bila ketemu, ya, resikonya handphone hilang, dan orangnya dimasukkan
ke sel tikus. Tiada hari tanpa kecemasan, meski berat, kalender telah berganti
bulan.
Dikunjungi Petinggi GAM ke 4, Minta Sabar
Pada tanggal 15 di bulan Desember 2007, kembali Ismuhadi
dikunjungi oleh petinggi GAM, antara lain Peudana Meuntroe Malek Mahmud,
Meuntroe Uroesan Luwa Nanggroe, dr. Zaini Abdullah, Meuntroe Uroesan Pheng,
Almarhum Tgk.Muhammad Usman Lampoh Awe, Panglima GAM Muzakkir Manaf, Panglima Wilayah
Pidie Abu Razak, Panglima Wilayah Batee Ieliek Tgk.Darwis Djeunieb, Tgk.Yahya
Muad, Ibrahim KBS, TM.Nazar, Tgk.Ramli, Tgk.Irsyadi Panton Labu, Hamid
Awaluddin, dan rombongan.
Tadi ismuhadi berfikir, kali ini akan pulang ke Aceh, karena
begitu lengkap yang datang berkunjung, namun Ismuhadi harus kembali bersabar
karena kedatangan para petinggi tersebut bukan untuk menjemput Ismuhadi, namun
masih datang dan meminta Ismuhadi untuk bersabar lagi. “Insya Allah, uloen tuan
saba jalani hudep loen tuan lam peunjara, bah pih kana MoU Helsinki,” jawab
Ismuhadi dalam Bahasa Aceh yang sopan.
Setelah dikunjungi para petinggi itu lalu berpisah, Ismuhadi
kembali dengan langkah gontai menuju kamar selnya yang pengab dan sempit.
Semua Tak Berkutik untuk Menolong Ismuhadi
Ismuhadi menjalani kehidupan di penjara dengan tabah dan
sabar entah sampai kapan. Semua lini usaha pembebasan telah ia tempuh, namun
belum membuahkan hasil, yang diyakininya semua adalah kehendak Sang Pencipta,
pasti ada rahasia-Nya di balik semua kejadian, dan hanya orang-orang yang mampu
mengambil hikmah dari setiap kejadian, yang akan mengetahui rahasia Allah SWT
dan selalu bersyukur atas segala yang diterima. Ismuhadi yakin, yang terpenting
adalah tak pernah berputus asa akan rahmat Allah, selalu berusaha, karena
ikhtiar itu wajib hukumnya.
Kabar Hasan Tiro Pulang
Kini, setelah 8 tahun dipenjara, jauh dari sanak saudara dan
kampung halaman, Ismuhadi mendengar bahwa Wali Nanggroe Tgk. Hasan di Tiro
telah pulang mengunjungi Aceh, dengan seksama Ismuhadi mengikuti setiap
pemberitaan di media massa, matanya berkaca-kaca menyaksikan tokoh idolanya
turun dari tangga pesawat yang membawanya dari malaysia dan disambut oleh
jutaan rakyat Aceh dengan wajah gembira.
Ismuhadi bergumam dalam hati, andai saja dia telah bebas
pasti dia akan menjabat tangan wali yang dikaguminya sejak duduk di bangku SMP.
Dia berdoa ‘semoga kedatangan Wali Nanggroe akan membawa kedamaian di bumi
Aceh, meski dia tahu persis masih ada pihak-pihak yang tak ingin Aceh damai,
maklum saja, kalau Belanda menyebut Aceh dengan sebutan “negeri sejuta perang”.
Begitulah asa Ismuhadi dan kawan-kawannya sesama tapol/napol Aceh yang belum
mendapatkan amnesty.
Ismuhadi tak sendiri di penjara, masih ada Irwan Tiro, masih
ada Ibrahim Sawang yang dihukum sama dengan Ismuhadi, yaitu dihukum dengan
hukuman penjara seumur hidup. mereka semua memiliki keinginan dan harapan yang
sama, ingin bebas.
Ingin Menjabat Tangan Hasan Tiro Sebelum Ajal
Tidak ada penyesalan di benak Ismuhadi atas semua yang menimpanya,
yang ada hanya harapan ‘semoga Wali Nanggroe bersedia membebaskan Ismuhadi dan
teman-teman, sebagaimana ribuan kawan-kawan seperjuangan lainnya, yang telah
terlebih dahulu menghirup udara bebas, sesuai dengan isi MoU Helsinki. Ismuhadi
bercita-cita, sebelum ajal datang menjemputnya, dia ingin berjabat tangan
dengan Wali Nanggroe, Tgk.Hasan Muhammad di Tiro.
Airmata Tumpah Saat Dibesuk Si Buah Hati
Bagi Ismuhadi, hal terberat berada di penjara adalah ketika
Tadashi Mulana dan Cahya Keumala datang membesuk. Setiap kedua buah hati itu
diantar ke pintu portir karena jam bezoek telah habis, mereka selalu bertanya;
“Ayah kapan pulang?” Tak mampu menjawab perntanyaan mereka, Ismuhadi hanya
terdiam dengan kerongkongan terasa dicekik, nggak mampu mengeluarkan sepatah
katapun.
Biasanya anak-anak melanjutkan; “kalo ayah udah pulang ke
rumah, kan bisa anter jemput kami sekolah yah,” kata anak-anaknya dengan polos,
tak mengerti ayahnya dihukum ‘seumur hidup harus berada di penjara. Untuk
menghibur anak-anak, Ismuhadi selalu menutup dengan kalimat; Insya Allah ayah
akan pulang, do’akan ayah, ya nak !” Serentak anak-anak mengangguk tanda setuju
lalu pelan-pelan mereka melepaskan pelukan dan siap untuk kembali ke rumah.
Banyak juga di antara teman-teman yang dulu sama-sama
berjuang namun kini telah lupa diri bahkan kalaupun datang ke Penjara Cipinang,
hanya untuk menambah penderitaan Ismuhadi dengan kalimat-kalimat yang tak
menghibur, contohnya; “Tengku tidak bisa diberikan amnesty karena Tengku tak
mau mengaku GAM, dan Tengku dianggap terorrist.” Ismuhadi hanya mengurut dada
mendengar tudinganitu. Ia pasrah apapun kata mereka, karena apa yang telah
Ismuhadi sumbangkan untuk bangsanya yang tertindas bukan untuk orang per orang
atau pribadi, tetapi Lillahi Ta’ala, demi bangsa dan rakyat serambi mekkah.
Lalu untuk menghibur diri, Ismuhadi menjawab pertanyaan
penjenguk sinis itu, “Untuk apa mengaku-ngaku GAM, jika hanya untuk menjual GAM
demi kepentingan pribadi...”
Begitu pula soal tudingan terorrist, orang-orang yang paham
hukum pasti tau Ismuhadi dan teman-temannya ditangkap lalu dipenjara tahun
2000. Sementara undang-ungdang anti terorrist lahir tahun 2002, setelah tragedi
kemanusiaan bom bali.
Ismuhadi berharap semoga orang-orang seperti tadi sadar dan
belajar hokum. Ia mengharap sangat, semoga Pemerintah RI dan GAM benar-benar
memiliki moral untuk mengimplementasikan pasal demi pasal dalam MoU Helsinki,
termasuk butir tentang amnesty bagi sipapun yang terlibat dengan Gerakan Aceh
Merdeka, baik lansung maupun tak lansung. Karena sangat jelas, di dalam Dakwaan
dan Tuntutan agar Hakim Menjatuhkan Pidana Hukuman mati pada Ismuhadi, yang
dibacakan Jaksa Penuntut Umum Endang Rachwan,SH, di PN Jakarta Selatan,
menyebutkan dengan tegas kalimat, “Teuku Ismuhadi adalah Panglima GAM untuk
Wilayah Jakarta Bogor Tangerang Bekasi, yang bertugas menghubungkan anggota GAM
di dalam negeri dengan GAM yang berada di luar negeri.
Akankah Ismuhadi mendapatkan amnesty atau dijadikan tumbal
oleh penguasa? Semuanya berpulang pada penguasa pengurus pemerintahan, karena
menurut Ismuhadi, “Seorang penguasa yang sedang memegang kekuasaan dapat
melakukan apa saja, termasuk menjadikan siapa saja menjadi siapa saja.
Semoga tak ada lagi darah yang tumpah di bumi Serambi
Mekkah, semoga tak akan ada lagi putera puteri terbaik bangsa yang dikorbankan
demi kepentingan kekuasaan. Semoga tak ada lagi Ismuhadi, Irwan Tiro, Ibrahim
Sawang lainnya yang mengalami nasib seperti mereka. Cukuplah mereka sebagai
korban terakhir dari sebuah tirani. Ismuhadi merindukan Aceh, rindu ingin
berenang dan mencari Ikan Keureulieng kembali di Krueng Keumala U Gadeng dan
Krueng Tiro. Welcome Home The Highness, I’m so proud of you! (***)