Di saat pelaksanaan Pilkada Serentak 2017 memasuki
tahapan-tahapan krusial, kisruh di internal Komisi Independepen Pemilihan (KIP)
Aceh dikabarkan semakin menggelora. Selain terjadi faksi-faksi di kalangan
komisioner, berbagai dugaan penyimpangan yang melibatkan Sekretaris KIP Aceh
Darmasyah kini semakin memperburuk suasaan di internal lembaga penyelenggara
Pemilu ini.
Kondisi internal KIP Aceh saat ini layaknya api dalam
sekam. Dilihat dari luar kelihatan nomar-normal saja, namun di dalamnya sedang terjadi
gejolak yang berpotensi menggangu pelaksanaan tahapan Pilkada ke depan. Saat
ini saja, berbagai kegaduhan di internal KIP sudah mulai tercium pihak luar.
Terlebih setelah sejumlah PNS yang diperbantukan di lembaga ini melayangkan
mosi tak percaya kepada Sekretaris KIP Aceh Darmansyah.
Dengan kondisi demikian, tentu menjadi pertanyaan kita,
bagaimana KIP Aceh melaksankan Pilkada berintegritas bila internal mereka
sendiri jauh dari nilai-nilai integritas? Padahal, kredibelitas dan integritas
penyelenggara Pemilu menjadi penentu sukses tidaknya pesta demokrasi yang
dilaksanakan.
Terlepas dari berbagain indikasi penyimpangan,
perpecahan di internal mereka saja sudah menjukkkan KIP Aceh tidak
berintegritas. Sebab, integritas yang asal katanya integritat (Latin) atau integrity
(Inggris) memiliki tiga rangkaian makna yang tidak boleh terpisahkan, yakni kebulatan
(kesamaan ide), keutuhan (keterpaduan antara ide dengan pelaksanaan), dan
kejujuran (memiliki kualitas moral).
Bila unsur-unsur tersebut tidak lagi melekat di KIP
Aceh, maka menjadi sesuatu yang mustahil kita mengharapkan terlaksananya Pilkada
berintegritas di Aceh. Karena itu, sebelum terlambat, kondisi tersebut harus
mendapat perhatian serius dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kementerian Dalam
Negeri, dan lembaga berwenang lainnya.
Kondisi itu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
Selain berpotensi melahirkan sengketa Pilkada yang dipicu lemahnya kredibilitas
penyelenggara, juga memupuskan harapan rakyat yang ingin menyaksikan pementasan
pesta demokrasi berkualitas di Aceh.
Harapan itu tidak boleh dibuyarkan oleh kekisruhan di
lembaga penyelenggara Pemilu. Sungguh disayangkan, jika suksesi pemilihan
kepala daerah di Aceh dicederai oleh konflik internal KIP. Tentu menjadi ironi,
ketika kontestan memperlihatkan permainan indah, justeru penyelenggara yang
mempertontonkan kecurangan.
Karenanya, sekali lagi kita harapkan, sudah saatnya
pihak berwenang mengambil langkah konkrit menyelesaikan persoalan tersebut. Konsenterasi
para komisioner dan pegawai KIP Aceh tidak boleh terpecahkan oleh persoalan
internal seperti sekarang ini. Mereka harus fokus menyukseskan semua tahapan
Pilkada. Jika tidak, jangan harapkan pelaksanaan Pilkada Aceh bisa berlangsung
seperti yang kita harapkan bersama.
Ingat, biaya penyelenggaraan Pilkada yang relatif
mahal, tentu tidak akan memberi dampak positif, apabila KIP Aceh tidak mampu
meningkatkan kualitas pesta demokrasi itu sendiri.[]