Insiden Kembang Tanjong Cukup Sebagai Pelajaran

Di tengah upaya bersama mewujudkan Pilkada damai, terjadi lagi insiden yang mencederai proses demokrasi di Aceh. Para pendukung Irwandi Yusuf nyaris bentrok fisik dengan pendukung Muzakir Manaf di Kembang Tanjong, Kabupaten Pidie. Bahkan, pada Rabu (2/11/2016), massa dua kubu itu saling merusak atribut kampanye lawan yang sama-sama maju sebagai calon Gubernur Aceh periode 2017-2022.


Syukurnya, insiden yang dipicu kesalahpahaman itu berakhir damai dan saling memaafkan. Kesepakatan damai tercapai setelah aparat kepolisian dan penyelenggara Pilkada memanggil kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah itu secara kekeluargaan.

Insiden Kembang Tanjong ini kita harapkan menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk tidak mudah terhasut dalam menghadapi Pilkada 2017. Sebab, sekecil apapun insiden terkait Pilkada Aceh, dengan cepat terekspos di media-media nasional dan internasional. Padahal, di saat bersamaan, perhatian masyarakat sedang tertuju pada persoalan Ahok yang diduga melakukan penistaan terhadap Islam. Namun, tetap saja aksi saling rusak atribut kampanye di Pidie mendapat porsi pemberitaan yang lumayan besar.

Fenomena ini menunjukkan Aceh masih menjadi hal unik bagi masyarakat Indonesia bahkan dunia, sehingga isu seputar proses pemilihan kepala daerah di Aceh tetap dianggap ‘seksi’ oleh media-media nasional dan asing. Apalagi setelah adanya penegasan dari Kapolri Jederal Pol Tito Karnavian bahwa Aceh termasuk daerah rawan kegaduhan menyangkut pelaksanaan Pilkada Serentak 2017.

Karena itu, kita harus membalikkan persepsi miring tersebut. Kita harus bisa menunjukkan bawah Pilkada Aceh adalah panggung politik yang menggelar permainan dan perebutan kekuasaan dengan seni, etika, dan tingkat kecerdasan serta kapabilitas yang tinggi.

Kita berharap, tidak terjadi lagi kekerasan terkait Pilkada dalam tahapan-tahapan berikutnya, termasuk setelah penetapan pasangan calon terpilih nantinya. Sudah saatnya pertarungan memperebutkan kekuasaan di Aceh dilakukan dengan cara terpuji dan elegan. Kita harus memerlihatkan bahwa kita bangsa yang punya moral, penuh persaudaraan dan ketimuran, termasuk dalam pelaksanaan suksesi pemilihan kepala daerah.

Meski Pilkada ini sebuah pertarungan, tetapi harus kita maknai sebagai sebuah pertandingan sepakbola yang cantik dan berkualitas, sehingga menjadi tontonan yang mengasyikkan. Untuk itu, semua elemen pendukungnya juga harus memenuhi persyaratan normatif. Wasitnya fair, para pemainnya berkualitas, dan pendukung masing-masing kandidat juga bersikap sportif.

Kepada para kandidat kita ingatkan lagi, bahwa kepentingan Aceh menjadi prioritas utama dibanding ambisi pribadi dan kelompoknya. Kalau kita sepakat untuk membangun Aceh yang lebih baik, maka kegaduhan semacam insiden Kebang Tanjong tidak boleh terulang lagi.


Jika semua mau melihat pada kepentingan daerah dan rakyat, insya-Allah tidak akan terjadi ribut-ribut soal Pilkada. Dan, insya-Allah juga, proses pergantian kepala daerah di Aceh akan berlangsung dalam suasana tenang dan damai.[]