Pilkada Damai (tak) Sebatas Jargon

Tidak berselang lama setelah ‘Pilkada Damai dan Berintegritas’ dideklarasikan, berbagai insiden kekerasan terkait proses suksesi pemilihan kepala daerah, masih saja terjadi di Aceh. Antara lain, penggeranatan posko pemenangan Cabup/Cawabup Bener Meriah, Rusli M Saleh dan T Islah, Selasa (15/11/2016) sekira 21.15 WIB.


Sehari kemudian, rumah Cagub Aceh Tarmizi Karim di Jalan Todak Gampong Bandar Baru, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, ditembaki orang tak dikenal, Rabu (16/11/2016). Insiden ini menunjukkan kultur konflik masih sulit dihilangkan dalam setiap Pemilu atau Pilkada di Aceh.

Memang butuh keikhlasan semua pihak untuk merawat perdamaian di bumi Aceh, utamanya dalam menciptakan pesta demokrasi yang sehat dan berkualitas. Di sinilah dibutuhkan kedewasaan berpolitik para elite yang sekaligus diikuti oleh para pendukung dan simpatisannya.

Kita akui, dalam proses politik, sebagai lanjutan proses panjang perdamaian di Aceh, kita sudah menduga akan ada riak-riak yang mencoba mencederai alam demokrasi di bumi Serambi Mekkah. Syukurlah, beberapa tahapan sudah terlalui tanpa berakhir dengan sulutan bara konflik baru. Walau masih ada letusan granat dan desingan peluru, namun keamanan Aceh secara keseluruhan tetap terjaga dan semakin menguat.

Ini bukan berarti Aceh sudah benar-benar terlepas dari persoalan masa lalu, terlebih terkait proses suksesi pemilihan kepala daerah yang memasuki tahapan krusial. Sebab, ketika memasuki dunia politik, sedikit lubang atau celah pasti akan menjadi peluang bagi pihak pengacau untuk mengobok-obok Aceh lagi.

Sebagian elite kita yang memang kurang paham berpolitik, bahkan buta politik, tentu bisa saja dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak menginginkan Aceh tenang. Karena itu, kita berharap, para elite kita lebih cerdas dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan yang berpotensi merusak perdamaian Aceh.

Sikap saling gunting dalam perebutan tampuk pimpinan di Aceh, kita harap tidak meruncing menjadi pertikaian besar, apalagi sampai melibatkan rakyat sebagai calon korbannya. Kita menjadi khawatir, apalagi melihat persaingan tidak sehat mulai ditunjukkan oleh para kontestan Pilkada. Kita takutkan, hal itu akan menjadi bola liar yang ikut memanas-manasi konstituen di lapangan.

Setelah sekian tahapan telah dilalui dengan sangat baik, kita berharap tahapan berikutnya hingga perhituangan suara selesai, juga akan berjalan tanpa benturan. Bila proses Pilkada Damai berhasil kita wujudkan, maka bermakna ini keberhasilan kita semua.

Sementara bila gagal, kita semua yang akan merasakan panasnya bara api konflik itu. Karenanya, niat baik yang telah terbangun dengan semangat membenahi Aceh dari konflik panjang, mestinya dilanjutkan dengan semangat Pilkada Damai.

Semoga takdir baik masih bersama rakyat Aceh, yang juga sudah seharusnya berubah menjadi rakyat yang bermartabat di republik ini. Jadilah rakyat yang kreatif, yang memiliki etos kerja tinggi, terus memperbaiki moralitas dan sikap mulia, disertai kearifan dan kebijaksanaan yang tinggi, sebagai bukti peninggalan leluhur kita yang telah membesarkan negeri ini di mata dunia.


Untuk itu, sekali lagi, sekecil apapun potensi konflik terkait Pilkada harus kita hindari. Kita tidak boleh terjebak dalam skenerio kekerasan yang mungkin saja sedang dijalankan pihak tertentu. Ingat, semangat Pilkada Damai tak sebatas jargon, melainkan harus tercermin dalam proses demokasi yang sedang berlangsung ini.[]