Setelah lindu berkekuatan 6,5 SR melanda Pidie Jaya dan
sekitarnya, 7 Desember 2016, seratusan kali gempa susulan terus menerpa wilayah
Aceh. Hingga Rabu, 14 Desember 2016, Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) mencatat, terjadi 108 kali lindu susulan pascagempa yang
merengut 103 korban jiwa itu.
Sangat kita sesalkan, kondisi tersebut justru
dimanfaatkan pihak tidak bertanggung jawab dengan menerbarkan isu gempa besar.
Isu yang ditebar di situs jejering sosial itu sempat meresahkan masyarakat di
tengah proses evakuasi korban gampa di Kabupaten Pidie Jaya, Bireuen, dan Pidie.
Bagi kita di Aceh, isu gempa memang cukup menakutkan
dibandingkan isu bom sekalipun. Di kalangan masyarakat kita, hingga puluhan
tahun ke depan, gempa masih sangat menakutkan karena trauma atas murka alam 26
Desember 2004. Apalagi masih dalam suasana tanggap darurat setelah diguncang
gempa pada Rabu, 7 Desember lalu.
Tidak bisa dipungkiri memang, potensi gempa gempa besar
masih mengancam kita karena letak geografis Aceh persis di persimpangan
lempengan bumi antara kerak Indo Australia dengan Eurasia. Hanya saja, karena
tidak bisa diprediksi, kita tidak tahu kapan gempa (besar) itu akan terjadi dan
berapa kekuatannya? Bisa saat ini, bisa besok, lusa, tahun depan atau puluhan
bahkan ratusan tahun lagi, gempa besar akan (semoga saja tidak) menerjang
daerah kita lagi.
Dalam menghadapi kemungkinan tersebut, semestinya kita
bersiap dengan menjaga kekompakan dan saling bantu-membantu seperti yang
dilakukan masyarakat dunia pada kita, baik pascatsunami maupun di masa tanggap
darurat Pidie Jaya yang sedang berlangsung. Kita tidak boleh terlalu larut
dengan duniawi dan terlalu cepat melupakan musibah yang telah terjadi. Karena,
cepat atau lambat, bencana itu bisa saja terulang lagi.
Sumatera, khususnya Aceh dan Sumatera Barat, menjadi
kawasan yang paling rawan diterpa gempa bumi. Kawasan lain yang rawan gempa
adalah Jepang dan China. Namun belakangan, Pakistan dan Afghanistan juga paling
sering diterpa gempa besar.
Gempa yang terjadi setiap saat memang tidak semuanya
dirasakan manusia. Bila kontraksi sangat besar, barulah kita bisa merasakan
bumi bergoyang seperti yang terjadi 7 Desember 2016. Dan, gempa 24 Desember
2004 merupakan ontraksi dan pelepasan energi yang sangat besar, setelah ratusan
tahun gerakan antar lempeng relatif kecil-kecil saja. Gerakan ini juga
mengikuti pelepasan energi pada lempengan lain kulit bumi. Makanya, para ahli
berkesimpulan, gerakan gempa saling memicu pergerakan lempengan lainnya yang
memicu gempa berikutnya.
Untuk itu, kita wajib waspada setiap saat, jangan
sampai lengah ketika pergerakan lempengan Indo Australia menubruk lempeng
Eurasia yang kita tempati ini. Mari kita siapkan diri menghadapi apapun yang
terjadi, dengan mengembalikan semangat gotong-royong dan tolong-menolong. Kita
harus bersiap menghadapi bencana apapun, termasuk gempa besar yang
kemunculannya tidak bisa kita prediksi.[]