Selain ‘keluguan’ Zakaria Saman alias Apakarya, tak ada
yang terkesan dari debat kandidat enam pasangan calon gubernur dan wakil
gubernur yang digelar di Hermes Palace Hotel Banda Aceh, Kamis (22-12) malam.
Kalau kita boleh jujur, acara itu hanya banyolan biasa seumpama program komedi
di televisi.
Kita menyimak, semua yang dipaparkan dalam debat yang
disiarkan Metro TV itu tak lebih dari bahasa-bahasa klise yang tak dapat
dipegang oleh rakyat. Kalau pun ada yang memaparkan program riil, tetap saja
masih memperlihatkan pola lama yang sudah akrab di telinga rakyat.
Acara itu juga terkesan bukan debat, tapi tanya jawab
antara moderator dengan para kandidat. Dalam menjawab pun, para kandidat tidak
menunjukkan bahwa dirinya calon pemimpin Aceh yang menjadi tumpuan rakyat
selama lima tahun ke depan.
Padahal, sejatinya para kandidat yang kini sedang
sibuk-sibuknya berupaya memenangkan suara rakyat, perlu menunjukkan kualitas
dan kapasitas diri yang memang layak dipilih. Rakyat yang sempat menonton acara
debat itu, hanya menyaksikan para pemula yang sedang belajar berbicara. Para
kandidat tak mampu menangkap persoalan riil di masyarakat Aceh dan menawarkan
solusi yang tepat.
Sekali lagi, debat calon gubernur Aceh itu sama sekali
tak layak disebut perdebatan, tapi lebih kepada sebuah acara cerdas cermat. Masing-masing
kandidat diberikan waktu dan kesempatan yang sama untuk menjawab setiap masalah
dengan dipandu pembawa acara. Bahkan, beberapa jawaban dan paparan para calon,
lari jauh dari kenyataan yang sedang dihadapi rakyat. Rakyat sama sekali tak
mendapat pencerahan dari debat tersebut.
Selain memaparkan hal-hal yang tidak populer, mereka
juga kerap menutupi ketidaktahuannya dengan menyeret jawaban kepada konteks
lain di luar pertanyaan yang diajukan. Karenanya, boleh disebut debat calon
pemimpin Aceh itu cukup memalukan karena ditonton orang di seluruh Indonesia.
Para kandidat seharusnya lebih lihai dengan menawarkan
program-program unggulan yang berpihak kepada rakyat kecil. Mereka harus
menjelmakan diri sebagai kandidat pemimpin yang punya visi jauh ke depan.
Tetapi, apa yang kita saksikan dari debat itu, sama sekali tak mencerminkan
mereka adalah negarawan atau pemimpin yang visioner. Mereka hanya berbicara soal
Aceh kekinian dengan data dan fakta yang dikaburkan.
Terlepas dari kapasitas dan integritas mereka yang
memang patut kita ragukan, para calon gubernur dan wakil gubernur kita ini juga
perlu belajar cara berpolitik secara santun, penuh sportivitas, dan menampakkan
diri sebagai negarawan yang budiman. Dalam memenangkan sebuah perhelatan
demokrasi ini, para kandidat tidak boleh melakukan cara-cara kotor, terlebih
dengan menjelekkan kandidat lain.
Kita selalu mengingatkan, memenangi sebuah kompetisi
tidak mesti dengan menghujat dan menelanjangi saingannya dengan fakta-fakta
palsu dan isu-isu murahan. Tapi menangkanlah sebuah pertarungan secara sportif
dan bermartabat. Ingat, semangat Pilkada Damai tidak boleh lentur sedikit pun,
demi masa depan Aceh yang lebih baik.[]