UMAT Islam menghadapi cobaan tiada henti. Di
negara-negara minoritas muslim, penghinaan terhadap Islam menjadi trend
berkelanjutan. Sebut saja pemuatan berkali-kali karikatur Nabi Muhammad SAW di
suratkabar Denmark, pemuatan kartur Nabi Muhammad oleh majalah satir Prancis
Charlie Hebdo, pembuatan film Fitna oleh politisi Belanda, hingga munculnya
Islamphobia di berbagai belahan dunia.
Tidak kalah menyedihkan, umat Islam juga menjadi
sasaran penindasan dan penyiksaan di negara-negara minoritas muslim. Terakhir,
pemusnahan etnis muslim Rohingya di Myanmar. Penduduk asli negara bagian Arakan
itu terus ditindas, bahkan dibantai secara keji oleh militer Myanmar.
Di Indonesia, kita juga sedang mendapat cobaan dengan
kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja
Purnama alias Ahok. Kasus tersebut telah masuk ke kejaksaan dan sudah
dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Namun, proses hukumnya pesimis
bakal sesuai harapan umat Islam, apalagi sejauh ini belum dilakukan penahanan
terhadap mantan Bupati Belitung Timur itu.
Meski begitu, banyak hikmah dapat kita petik di balik
peristiwa tersebut. Setidaknya, kasus Ahok menjadi momentum pemersatu umat
Islam di tanah air. Dengan meninggalkan atribut masing-masing, secara
bersama-sama kita mengawal kasus itu.
Terakhir, kita wujudkan melalui aksi gelar sajadah dan
salat Jumat di Silang Munumen Nasional (Monas) Jakarta, 2 Desember 2012. Dalam
aksi yang dihadiri jutaan orang itu, kita berhasil membuktikan kepada dunia
bahwa umat Islam Indonesia memiliki komitmen kuat menjaga kesucian agamanya.
Aksi ini sekaligus mencetak rekor salat Jumat dengan
jamaah terbanyak sepanjang sejarah perjalanan bangsa kita. Tak kalah
pentingnya, para peserta aksi mampu mewujudkan sisi damai Islam dalam
menyuarakan aspirasinya. Sulit dipercaya, aksi yang mengikutsertakan juatan
orang bisa berlangsung tertib dan damai. Namun, inilah kenyataannya, umat Islam
bukan pembuat huru-hara di muka bumi.
Meski begitu, umat Islam tetap harus mawas diri. Andai
pun disusupi, kita harus bisa menahan diri atas pancingan-pancingan dan
provokasi-provokasi dari pihak-pihak tertentu yang menebar permusuhan. Dalam
mengawal kasus Ahok, kita tidak boleh terpancing dan terjebak dalam skenario yang
mungkin saja dimainkan pihak perusuh.
Jika umat Islam meladeni pancingan tersebut, maka upaya
provokator membenturkan kita dengan pihak lain akan semakin mudah. Itu yang
harus kita waspadai, terutama dalam mengawal kasus penistaan agama yang
menyeret Ahok sampai tuntas.
Dalam menyikapi berbagai persoalan, kita tidak boleh terperangkap
jebakan pihak-pihak yang ingin mengadu umat Islam dengan umat lainnya. Pun
jangan sampai dimanfaatkan aksi bela Islam untuk tujuan politis, apalagi sampai
berujung makar.
Karena itu, kita tidak boleh melenceng dari tujuan
semula, sebatas menyeret Ahok ke pengadian atas penistaan agama yang
dilakukannya. Dalam setiap aksi bela Islam, kita harus bisa membuktikan bahwa
Islam merupakan agama yang membawa rahmat bagi sekalian alam.[]